Bandarlampung (Pikiran Lampung)-
Gerah melihat pengelolaan pasar tradisional yang buruk di Kota Bandar Lampung, Aliansi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSINDO) Provinsi Lampung mendatangi Ruang Fraksi PKS di Gedung DPRD Kota Bandar Lampung, Senin (9/12), untuk menyampaikan aspirasi.

Di hadapan ketua fraksi, Agus Djumadi, dan sekretaris, Yuni Karnelis, APPSINDO mengutarakan fakta tentang keberadaan 31 pasar tradisional yang tidak mampu mendongkrak Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) daerah. Bahkan, setelah melihat data BPS (2018) PDB di Kota Bandar Lampung justru mengalami penurunan, yaitu dari 5,67 persen di tahun 2014, menjadi 0,27 persen (2015), 3,60 persen (2016) dan terakhir di angka 3,59 (2017). Padahal, pasar tradisional sebagai ikon ekonomi kerakyatan merupakan lokasi organik jual beli konsumsi rumah tangga yang menjadi faktor penentu pertumbuhan ekonomi sekaligus penyumbang PDB terbesar nasional.

Menurut Pandu Herlambang selaku sekretaris APPSINDO, hal ini mengindikasikan tata kelola pasar tradisional yang buruk. Belum lagi bila melihat langsung fakta di lapangan, khususnya di area Pasar Bambu Kuning, SMEP, dan Pasir Gintung, yang menampakkan kekumuhan dan kemacetan. Ditambahkan oleh Wendy Aprianto selaku Ketua Bidang Ekonomi APPSINDO, pemerintah masih memainkan peran sebagai tuan tanah di pasar tradisional yang sekadar mengambil keuntungan dari sewa lapak dan retribusi kebersihan. Padahal, potensi PAD dari pengelolaan pasar tradisional sangat besar bila pemerintah terpanggil untuk berinovasi meningkatkan transaksi jual beli para pedagang, baik di masa perekonomian yang sedang bagus atau lesu seperti saat ini.

Sekitar satu jam menerima aspirasi, Fraksi PKS melalui Agus berjanji untuk membahas persoalan pasar tradisional ke rapat Komisi II DPRD Kota Bandar Lampung, dan mengagendakan pertemuan antara anggota dewan, organisasi perangkat daerah terkait pasar, dan APPSINDO, demi mengulas perihal pasar secara mendalam.(napi)

Post A Comment: