Mantan Ketua KIP Lampung Juniardi, S.Ip, MH. foto ist |
Bandarlampung- Maraknya perlakuan kurang menyenangkan terhadap wartawan sangat disayangkan berbagai pihak. Salah satunya datang dari Anggota Dewan Kehormatan Daerah (DKD) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lampung Juniardi S.IP MH.
Mantan ketua KIP Lampung ini mendesak aparat kepolisian di Lampung segera mengusut aksi kekerasan terhadap wartawan yang dilakukan aparat pemerintahan, dan warga sipil. Terutam yang terjadi di berbagai daerah di Lampung, selama bulan September 2016 lalu.
Juniardi mengaku sedikitnya menerima tiga laporan terkait kekerasan terhadap para wartawan yang sedang melakukan tugasnya sebagai jurnalistik. “Saya sudah tiga kali menerima laporan, terkait kekerasan, baik ancaman, hingga penganiayaan terhadap pers, selama dua bulan terakhir,” kata Juniardi.
Juniardi menjelaskan aksi itu terjadi di beberapa Kabupaten dan Kota, diantaranya Lampung Barat, Pesisir Barat, Tanggamus, Pringsewu, dan Tulangbawang Barat. Di Lampung Barat ada aparat Pemerintah Desa, Pekon Watos, Kecamatan Balik Bukit, menganiaya dua wartawan. Lalu ada oknum Kepala Bagian Dinas Pertanian dan Holtikutura, Gunawan, menghalang halangi kerja wartawan, mengancam, dan mengeluarkan kata kata kasar kepada wartawan, yang menanyakan data.
“Ada juga laporan Kepala Pekon Sinar Baru, Pringsewu, M. Yusup yang melakukan penganiayaan kepada wartawan Koran mingguan, Abes Bastaman pada hari Kamis, tanggal 29 september 2016, lalu, wartawan motornya ditabrak dan diancam akan dibunuh. Ada juga Kepalo Tiyuh Penumangan, yang juga dilaporkan PWI ke Polsek Tulangbawang Tengah,” Kata Juniardi.
Menurut Juniardi, kasus penganiayaan wartawan harus dikecam keras, karena ini bagian dari bentuk bentuk intimidasi dan kekerasan terhadap Pers. Polisi wajib mengusut kasus tersebut, pelaku bisa dijerat tidak hanya pasal pasal KUHP, tapi juga bisa gunakan UU Pers. “Unsur kerugian sudah jelas akibat peristiwa itu wartawan cidera, dan tidak bisa melaksanakan tugasnya sehari-hari,” kata Juniardi
Juniardi menyatakan bahwa bagi siapa saja yang melakukan kekerasan dan menghalangi wartawan dalam melaksanakan tugas peliputannya, maka si pelaku tersebut dapat dikenakan hukuman selama 2 tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak sebesar Rp 500 juta rupiah. Hal tersebut diuangkapkan dalam menanggapi kasus kekerasan yang selama ini terjadi terhadap wartawan khususnya kasus penganiayaan terhadap wartawan yang dilakukan oleh oknum kepala desa.
"Dalam ketentuan pidana pasal 18 itu dikatakan setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang dapat menghampat atau menghalangi ketentuan pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 terkait penghalang-halanhan upaya media untuk mencari dan mengolah informasi, dapat dipidana dalam pidana kurungan penjara selama 2 tahun atau denda paling banyak 500 juta rupiah. Jadi ini ketentuan pidana yang diatur dlm undang-undang pers," katanya.
Lebih lanjut Juniardi menjelaskan bahwa, dalam pasal 4 undang-undang pers menjamin kemerdekaan pers, dan pers nasional memiliki hak mencari, memperoleh dan menyebar luaskan gagasan dan informasi. Oleh karena itu, dengan adanya kasus pengeroyokan atau penganiayaa terhadap wartawan tersebut maka harus diambil langkah tegas terkait hal tersebut.
"Merampas peralatan liputan, kaset rekaman, atau alat kerja wartawan saja masuk satu kekerasan, dan hal itu adalah hal yang serius, Saya ingatkan bahwa kepada semua pihak harus hati-hati betul dalam menghadapi wartawan. Kalau merasa tidak puas dan kecewa terhadap kerja wartawan lebih baik yang bersangkutan melaporkan melaporkan hal tersebut kepada dewan pers atau kepada kantor media masing-masing yang melakukan peliputan tersebut,”katanya.
Dirinya berharap, agar kasus tersebut menjadi pelajaran bagi semua pihak lain ketika berhadapan dengan media dan wartawan yang sedang melakukan peliputan. “Dan kita minta juga wartawan harus tetap professional, dan menjunjung kode etik jurnalistik, dalam menjalankan tugas tugas jurnalistik,” katanya. (*/p1)
Post A Comment: