Teluk Kiluan merupakan salah satu tempat wisata di kabupaten Tanggamus. Ilusttasi/ist |
Bandarlampung-Setelah mencuat beberapa waktu lalu, kasus dugaan gratifikasi yang dilakukan oleh Bupati Tanggamus Bambang Kurniawan bak hilang ‘ditelan bumi’. Berbagai elemen masyarakat yang ada di Provinsi Lampung, terutama warga Tanggamus mulai mempertanyakan hal itu. Oleh karenannya, Lembaga Advokasi Lampung (Legal) mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menuntaskan dugaan ‘permainan sogok menyogok’ tersebut.
Heri Hidayat, Direktur Pelaksana Legal, di Bandarlampung, Minggu (9/10/2016) malam, menyatakan pihaknya mendorong agar penyidikan yang dilakukan oleh KPK mengenai gratifikasi yang melibatkan 13 orang anggota DPRD dengan Bambang Kurniawan selaku Bupati Tanggamus untuk diusut secara tuntas.
Menurutnya, permasalahan tersebut telah bergulir selama 10 bulan di KPK, namun tidak juga ada kejelasan. "Ketidakjelasan kasus ini dapat menimbulkan berbagai asumsi yang negatif di dalam masyarakat, apakah belasan anggota DPRD yang melaporkan Bupati Tanggamus ke KPK itu mengada-ada perihal gratifikasi terkait pengesahan APBD 2016 senilai Rp523.530.000," katanya pula.
Dia juga menyatakan, publik dapat menebak-nebak apakah sebenarnya yang dimaksud dengan "lobi-lobi" pada APBD 2016 tersebut yang berlanjut terhadap adanya teror dialami beberapa anggota DPRD itu.
Karena itu, dia mengingatkan agar kasus ini jangan dibiarkan hilang dan harus terus disoroti, karena sangat memungkinkan kasus-kasus penyelewengan dana APBD yang melibatkan pejabat-pejabat publik menjadi kabur (obsecure).
"Kenapa kasus ini masih kabur. Karena sampai saat ini bagaimana perkembangan kasus ini setelah Bambang Kurniawan diperiksa selama kurang lebih 10 jam masih belum diketahui hasilnya," ujar dia pula.
Heri menyebutkan, Pelaksana Harian Biro Hukum KPK Yuyuk Indrianti yang telah dikonfirmasi pun menyatakan akan mengecek kembali perkembangan kasus ini.
Ia menilai, penyidikan terkait kasus ini belum sampai mendapatkan titik terang mengenai penetapan status tersangka.
Dia berpendapat, ketidakjelasan itu sebetulnya sangat merugikan para anggota DPRD Tanggamus sendiri sebagai pelapor, karena selain diduga-duga memberikan laporan palsu terhadap KPK, para keluarga terdekat pelapor juga menerima teror-teror dalam berbagai bentuk dan mengalami ketakutan yang semakin panjang.
Hal tersebut tentu akan bertubrukan dengan hak untuk mendapatkan keamanan dan kebebasan yang tercantum dalam pasal 3 dan 22 Deklarasi Umum Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM) yang merupakan turunan dari Konvensi Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik sebagaimana telah diratifikasi di Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.
Karena itu, menurutnya, demi tegak supremasi hukum di mata masyarakat dan kejelasan informasi publik dalam penanganan perkara serta menjaga hak-hak keamanan dan kebebasan para legislator maupun keluarganya, maka Legal mendorong KPK untuk sepatutnya mengungkapkan kasus ini kepada publik dan menyelesaikan kasus tersebut dengan cepat dan efisie
Sebelumnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perlindungan terhadap sepuluh anggota DPRD Kabupaten Tanggamus, Lampung yang telah melaporkan dugaan gratifikasi oleh pejabat setempat.
"Kami beri perlindungan fisik, karena pelapor telah mendapatkan ancaman baik fisik maupun secara struktural seperti ancaman pergantian antar waktu, teror hingga ancaman karir keluarga," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai di Bandarlampung, Rabu (5/10).
Menurut dia, perlindungan yang diberikan karena mengingat tingkat ancaman yang diterima oleh 10 anggota DPRD tersebut cukup tinggi.
"Tidak hanya keselamatan sepuluh anggota DPRD Tanggamus, tapi keluarga yang berdinas di kabupaten setempat ikut mendapatkan ancaman," kata Haris lagi.
Semula, ia menyebutkan, sebanyak 14 anggota DPRD Tanggamus melaporkan adanya dugaan tindakan gratifikasi yang dilakukan pejabat pemda setempat ke KPK. Namun, karena mengalami intimidasi beberapa di antaranya mundur.
"Kami sudah menurunkan tim ke Lampung untuk melakukan investigasi dan koordinasi dengan instansi pemerintah provinisi dan kabupaten serta Polda Lampung agar bisa menunjang layanan perlindungan dari LPSK yang berbentuk layanan fisik," kata dia pula. Pihaknya sudah melakukan kerja sama dilengkapi MoU atau nota kesepahaman dengan Polri dalam bidang pengamanan upaya perlindungan saksi dan korban.
"Jadi, dengan kegiatan ini diharapkan tidak akan ada lagi ancaman terhadap pelapor tindak korupsi atau tindak pidana lainnya," ujar Haris.
Wakil Ketua LPSK Lili Pintauli Siregar menambahkan sepuluh anggota DPRD tersebut mendapatkan berbagai macam bentuk intimidasi. "Bentuk intimidasi yang dialami para anggota DPRD ini sampai pada ancaman PAW dan teror," kata dia lagi.
Meski tidak menyebutkan identitas ke-10 anggota DPRD tersebut, Lili menjelaskan mereka dari kalangan partai besar. "Dari 10 orang itu, tiga wanita, ada yang sudah tiga periode, dua periode, dan baru menjabat, yang pasti dari partai besar," kata dia.
Selain ancaman PAW, mereka mendapat teror sampai pada pemindahan keluarganya yang bekerja sebagai PNS. "Bahkan ada menantu dari anggota dewan yang melapor ini tidak harmonis dengan keluarga, karena anak dari pelapor ini statusnya PNS dipindahkan ke daerah terpencil, karena jauh perjalanan anaknya sampai meninggal," kata dia pula.
Bahkan, kata Lili lagi, ancaman PAW itu sudah pada proses tanda tangan saja. "Memang tidak semuanya, hanya yang vokal-vokal saja, tapi proses PAW-nya tinggal `finishing` saja," ujarnya lagi.
Ia mengatakan, mulai Selasa (4/10), 10 anggota DPRD Tanggamus selaku pelapor kepada KPK terkait dugaan gratifikasi oleh pejabat Pemda Tanggamus telah mendapat pendampingan fisik.
"Masing-masing dua personel kepolisian untuk setiap orang anggota dewan. Perlindungan ini bentuknya pengawalan melekat, mendampingi baik saat bersaksi atau memberi laporan kepada penegak hukum," kata dia. Penyidik KPK juga telah memeriksa Bupati Tanggamus Bambang Kurniawan di Sekolah Polisi Negara (SPN) Kemiling, Bandarlampung pada 14 April 2016 lalu. Bambang diperiksa terkait dugaan gratifikasi terhadap anggota DPRD Tanggamus.
Bambang diduga memberikan sejumlah uang kepada para anggota DPRD Tanggamus, usai pengesahan APBD tahun 2016 pada Desember 2015 lalu.
Para anggota DPRD yang menerima uang pemberian Bambang itu ternyata melapor ke KPK. Mereka melapor telah menerima sejumlah uang dari bupati lalu menyerahkan uang itu ke Direktorat Gratifikasi KPK.
Menanggapi kasus ini, Bupati Tanggamus Bambang Kurniawan menegaskan, menyerahkan proses hukum dugaan gratifikasi yang disangka telah dilakukan dirinya kepada belasan anggota DPRD setempat, kepada KPK.
"Sekarang masih proses penyelidikan, biarkan KPK yang bekerja, dan nanti tinggal tunggu saja hasilnya," kata Bambang pula.
Bambang tetap menegaskan bahwa dirinya tidak pernah melakukan upaya gratifikasi demi mengesahkan APBD 2016 di daerahnya itu.(ant/p1)
Heri Hidayat, Direktur Pelaksana Legal, di Bandarlampung, Minggu (9/10/2016) malam, menyatakan pihaknya mendorong agar penyidikan yang dilakukan oleh KPK mengenai gratifikasi yang melibatkan 13 orang anggota DPRD dengan Bambang Kurniawan selaku Bupati Tanggamus untuk diusut secara tuntas.
Menurutnya, permasalahan tersebut telah bergulir selama 10 bulan di KPK, namun tidak juga ada kejelasan. "Ketidakjelasan kasus ini dapat menimbulkan berbagai asumsi yang negatif di dalam masyarakat, apakah belasan anggota DPRD yang melaporkan Bupati Tanggamus ke KPK itu mengada-ada perihal gratifikasi terkait pengesahan APBD 2016 senilai Rp523.530.000," katanya pula.
Dia juga menyatakan, publik dapat menebak-nebak apakah sebenarnya yang dimaksud dengan "lobi-lobi" pada APBD 2016 tersebut yang berlanjut terhadap adanya teror dialami beberapa anggota DPRD itu.
Karena itu, dia mengingatkan agar kasus ini jangan dibiarkan hilang dan harus terus disoroti, karena sangat memungkinkan kasus-kasus penyelewengan dana APBD yang melibatkan pejabat-pejabat publik menjadi kabur (obsecure).
"Kenapa kasus ini masih kabur. Karena sampai saat ini bagaimana perkembangan kasus ini setelah Bambang Kurniawan diperiksa selama kurang lebih 10 jam masih belum diketahui hasilnya," ujar dia pula.
Heri menyebutkan, Pelaksana Harian Biro Hukum KPK Yuyuk Indrianti yang telah dikonfirmasi pun menyatakan akan mengecek kembali perkembangan kasus ini.
Ia menilai, penyidikan terkait kasus ini belum sampai mendapatkan titik terang mengenai penetapan status tersangka.
Dia berpendapat, ketidakjelasan itu sebetulnya sangat merugikan para anggota DPRD Tanggamus sendiri sebagai pelapor, karena selain diduga-duga memberikan laporan palsu terhadap KPK, para keluarga terdekat pelapor juga menerima teror-teror dalam berbagai bentuk dan mengalami ketakutan yang semakin panjang.
Hal tersebut tentu akan bertubrukan dengan hak untuk mendapatkan keamanan dan kebebasan yang tercantum dalam pasal 3 dan 22 Deklarasi Umum Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM) yang merupakan turunan dari Konvensi Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik sebagaimana telah diratifikasi di Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.
Karena itu, menurutnya, demi tegak supremasi hukum di mata masyarakat dan kejelasan informasi publik dalam penanganan perkara serta menjaga hak-hak keamanan dan kebebasan para legislator maupun keluarganya, maka Legal mendorong KPK untuk sepatutnya mengungkapkan kasus ini kepada publik dan menyelesaikan kasus tersebut dengan cepat dan efisie
Sebelumnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perlindungan terhadap sepuluh anggota DPRD Kabupaten Tanggamus, Lampung yang telah melaporkan dugaan gratifikasi oleh pejabat setempat.
"Kami beri perlindungan fisik, karena pelapor telah mendapatkan ancaman baik fisik maupun secara struktural seperti ancaman pergantian antar waktu, teror hingga ancaman karir keluarga," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai di Bandarlampung, Rabu (5/10).
Menurut dia, perlindungan yang diberikan karena mengingat tingkat ancaman yang diterima oleh 10 anggota DPRD tersebut cukup tinggi.
"Tidak hanya keselamatan sepuluh anggota DPRD Tanggamus, tapi keluarga yang berdinas di kabupaten setempat ikut mendapatkan ancaman," kata Haris lagi.
Semula, ia menyebutkan, sebanyak 14 anggota DPRD Tanggamus melaporkan adanya dugaan tindakan gratifikasi yang dilakukan pejabat pemda setempat ke KPK. Namun, karena mengalami intimidasi beberapa di antaranya mundur.
"Kami sudah menurunkan tim ke Lampung untuk melakukan investigasi dan koordinasi dengan instansi pemerintah provinisi dan kabupaten serta Polda Lampung agar bisa menunjang layanan perlindungan dari LPSK yang berbentuk layanan fisik," kata dia pula. Pihaknya sudah melakukan kerja sama dilengkapi MoU atau nota kesepahaman dengan Polri dalam bidang pengamanan upaya perlindungan saksi dan korban.
"Jadi, dengan kegiatan ini diharapkan tidak akan ada lagi ancaman terhadap pelapor tindak korupsi atau tindak pidana lainnya," ujar Haris.
Wakil Ketua LPSK Lili Pintauli Siregar menambahkan sepuluh anggota DPRD tersebut mendapatkan berbagai macam bentuk intimidasi. "Bentuk intimidasi yang dialami para anggota DPRD ini sampai pada ancaman PAW dan teror," kata dia lagi.
Meski tidak menyebutkan identitas ke-10 anggota DPRD tersebut, Lili menjelaskan mereka dari kalangan partai besar. "Dari 10 orang itu, tiga wanita, ada yang sudah tiga periode, dua periode, dan baru menjabat, yang pasti dari partai besar," kata dia.
Selain ancaman PAW, mereka mendapat teror sampai pada pemindahan keluarganya yang bekerja sebagai PNS. "Bahkan ada menantu dari anggota dewan yang melapor ini tidak harmonis dengan keluarga, karena anak dari pelapor ini statusnya PNS dipindahkan ke daerah terpencil, karena jauh perjalanan anaknya sampai meninggal," kata dia pula.
Bahkan, kata Lili lagi, ancaman PAW itu sudah pada proses tanda tangan saja. "Memang tidak semuanya, hanya yang vokal-vokal saja, tapi proses PAW-nya tinggal `finishing` saja," ujarnya lagi.
Ia mengatakan, mulai Selasa (4/10), 10 anggota DPRD Tanggamus selaku pelapor kepada KPK terkait dugaan gratifikasi oleh pejabat Pemda Tanggamus telah mendapat pendampingan fisik.
"Masing-masing dua personel kepolisian untuk setiap orang anggota dewan. Perlindungan ini bentuknya pengawalan melekat, mendampingi baik saat bersaksi atau memberi laporan kepada penegak hukum," kata dia. Penyidik KPK juga telah memeriksa Bupati Tanggamus Bambang Kurniawan di Sekolah Polisi Negara (SPN) Kemiling, Bandarlampung pada 14 April 2016 lalu. Bambang diperiksa terkait dugaan gratifikasi terhadap anggota DPRD Tanggamus.
Bambang diduga memberikan sejumlah uang kepada para anggota DPRD Tanggamus, usai pengesahan APBD tahun 2016 pada Desember 2015 lalu.
Para anggota DPRD yang menerima uang pemberian Bambang itu ternyata melapor ke KPK. Mereka melapor telah menerima sejumlah uang dari bupati lalu menyerahkan uang itu ke Direktorat Gratifikasi KPK.
Menanggapi kasus ini, Bupati Tanggamus Bambang Kurniawan menegaskan, menyerahkan proses hukum dugaan gratifikasi yang disangka telah dilakukan dirinya kepada belasan anggota DPRD setempat, kepada KPK.
"Sekarang masih proses penyelidikan, biarkan KPK yang bekerja, dan nanti tinggal tunggu saja hasilnya," kata Bambang pula.
Bambang tetap menegaskan bahwa dirinya tidak pernah melakukan upaya gratifikasi demi mengesahkan APBD 2016 di daerahnya itu.(ant/p1)
Post A Comment: