Wakil Rektor 1 Unila, Bujang Rahman. foto istimewa |
BANDARLAMPUNG – Hingga saat ini kasus dugaan korupsi dan pemalsuan surat tugas dengan terlapor Wakil Rektor I Universitas Lampung (Unila) Bujang Rahman ‘nyankut’ di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung. Tidak diprosesnya laporan tersebut diduga, karena didukung oleh Jaksa Agung HM Prastyo. Selaku Ketua IKA Unila, Prastyo diduga 'pasang badan' untuk kasus tersebut,
Informasi yang dihimpun awak media di lingkungan Kejati Lampung mengungkapkan, bahwa sebesar apapun dorongan masyarakat supaya kasus tersebut diproses dinilai akan percuma. Karena Bujang diduga 'kebal hukum' jika berhadapan dengan Jaksa.
Meskipun kasusnya itu mungkin benar, yakni melakukan seperti dugaan dalam surat laporan serta bukti-bukti mendukung. Tetap juga tidak akan diproses, karena Jaksa tidak mau mengambil resiko jika itu berhadapan dengan kepentingan Jaksa Agung.
"Perkara itu kemungkinan tidak akan diproses. Sebab dia (Bujang Rahman) didudukung oleh Jaksa Agung. Kan HM Prastyo Ketua IKA Unila. Lagipula, dia itu informasinya dipersiapkan untuk Rektor Unila," kata sumber kopiinstitue.com (media sindikasi Pikiran Lampung.com) yang bisa dipertanggungjawabkan informasinya, belum lama ini.
Sekadar untuk diketahui, kasus ini sudah berjalan sembilan bulan di Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Lampung. Anehnya, sampai hari ini belum menunjukkan perkembangan.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) T.Banjar Narhor pun tidak mampu menjelaskan alasan mandeknya perkara tersebut.
Sementara, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Irfan Natakusumah menerangkan, perkara yang diduga melibatkan Bujang Rahman (BR) saat menjabat sebagai Pembantu Dekan (PD) di Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) belum menunjukkan. Perkembangan yang berarti.
"Belum ada perkembangan kasus itu," terang Irfan Natakusumah, ketika dihubungi awak media beberapa waktu lalu.
Diketahui, Wakil Rektor I bidang akademik Universitas Lampung (Unila), diduga melalukan perbuatan melawan hukum dan berakibat merugikan keuangan negara sebesar Rp974.600.00.
Selain itu juga ditenggarai melakukan pemalsuan surat tugas saat menjabat sebagai Pembantu Dekan (PD) I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, dugaan pelanggaran BR yakni tetap menerima tunjangan jabatan sebesar Rp2.150.000 setiap bulan dan itu diterima olehnya selama 44 bulan.
Selain itu honor-honor kegiatan yang diperuntukkan untuk pimpinan fakultas Rp20.000.000 perbulan dan itu pun selama 44 bulan ia menerimanya.
“Sesuai dengan Permendiknas nomor 67 tahun 2008 tentang pengangkatan dan pemberhentian dosen sebagai pimpinan perguruan tinggi dan pimpinan fakultas dalam pasal 13 ayat I di poin (i) menyatakan Pimpinan Perguruan Tinggi dan Pimpinan fakultas diberhentikan dari jabatannya jika sedang menjalani tugas belajar atau tugas lain lebih dari enam bulan sedangkan dalam surat keputusan a quo yang ditandatangani Pembantu Rektor I Tirza hanum,BR diberikan tugas belajar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya dalam waktu dua tahun yaitu sejak bulan September 2007 sampai dengan Agustus 2010,”ungkap sumber yang meminta namanya tidak diberitakan.
Jika mengacu kepada Permendiknas itu, kata sumbertadi, semestinya sejak mendapatkan tugas belajar selama dua tahun, BR tidak berhak menerima tunjangan jabatan dan honor-honor lainnya, dengan alasan yang bersangkutan sejatinya tidak lagi menduduki jabatan PD I FKIP.
“ Itu aturan menteri yang berbicara bukan omong kosong, jadi selama kurun waktu itu yang bersangkutan telah rangkap jabatan dan menikmati uang tunjangan serta honor yang bukan lagi menjadi haknya, silahkan saja konfirmasi ke bendahara pembantu pengeluaran FKIP saudara Sugiyono,”ucapnya.
Dia menambahkan, pihaknya juga mengaku heran dengan adanya dua surat dengan nomor yang sama namun perihal berbeda yakni surat keterangan kuliah dan surat izin belajar.
Adanya dua surat tersebut menurut sumber dikhawatirkan akan memicu asumsi negatif yaitu salah satu dari surat tersebut diduga palsu.
“ Dua surat itu nomornya sama namun dengan perihal yang berbeda, yang kami takutkan salah satu dari surat tersebut diduga dibuat untuk keperluan kenaikan pangkat yang bersangkutan. Dan kedua surat itu harus ditinjau ulang kembali dan diuji kebenarannya baik dari segi tata negara mapun aspek pidana,”tandasnya.
Sementara itu, kasus ini sendiri dilaporkan oleh salah seorang warga masyarakat bernama Yurni Atmaja pada 29 Juli 2016 silam, di Kejaksaan Tinggi Lampung. Hingga saat ini, Bujang Rahman belum memberikan konfirmasi dan klarifikasi terkait hal tersebut.(Kic/p1)
Informasi yang dihimpun awak media di lingkungan Kejati Lampung mengungkapkan, bahwa sebesar apapun dorongan masyarakat supaya kasus tersebut diproses dinilai akan percuma. Karena Bujang diduga 'kebal hukum' jika berhadapan dengan Jaksa.
Meskipun kasusnya itu mungkin benar, yakni melakukan seperti dugaan dalam surat laporan serta bukti-bukti mendukung. Tetap juga tidak akan diproses, karena Jaksa tidak mau mengambil resiko jika itu berhadapan dengan kepentingan Jaksa Agung.
"Perkara itu kemungkinan tidak akan diproses. Sebab dia (Bujang Rahman) didudukung oleh Jaksa Agung. Kan HM Prastyo Ketua IKA Unila. Lagipula, dia itu informasinya dipersiapkan untuk Rektor Unila," kata sumber kopiinstitue.com (media sindikasi Pikiran Lampung.com) yang bisa dipertanggungjawabkan informasinya, belum lama ini.
Sekadar untuk diketahui, kasus ini sudah berjalan sembilan bulan di Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Lampung. Anehnya, sampai hari ini belum menunjukkan perkembangan.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) T.Banjar Narhor pun tidak mampu menjelaskan alasan mandeknya perkara tersebut.
Sementara, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Irfan Natakusumah menerangkan, perkara yang diduga melibatkan Bujang Rahman (BR) saat menjabat sebagai Pembantu Dekan (PD) di Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) belum menunjukkan. Perkembangan yang berarti.
"Belum ada perkembangan kasus itu," terang Irfan Natakusumah, ketika dihubungi awak media beberapa waktu lalu.
Diketahui, Wakil Rektor I bidang akademik Universitas Lampung (Unila), diduga melalukan perbuatan melawan hukum dan berakibat merugikan keuangan negara sebesar Rp974.600.00.
Selain itu juga ditenggarai melakukan pemalsuan surat tugas saat menjabat sebagai Pembantu Dekan (PD) I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, dugaan pelanggaran BR yakni tetap menerima tunjangan jabatan sebesar Rp2.150.000 setiap bulan dan itu diterima olehnya selama 44 bulan.
Selain itu honor-honor kegiatan yang diperuntukkan untuk pimpinan fakultas Rp20.000.000 perbulan dan itu pun selama 44 bulan ia menerimanya.
“Sesuai dengan Permendiknas nomor 67 tahun 2008 tentang pengangkatan dan pemberhentian dosen sebagai pimpinan perguruan tinggi dan pimpinan fakultas dalam pasal 13 ayat I di poin (i) menyatakan Pimpinan Perguruan Tinggi dan Pimpinan fakultas diberhentikan dari jabatannya jika sedang menjalani tugas belajar atau tugas lain lebih dari enam bulan sedangkan dalam surat keputusan a quo yang ditandatangani Pembantu Rektor I Tirza hanum,BR diberikan tugas belajar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya dalam waktu dua tahun yaitu sejak bulan September 2007 sampai dengan Agustus 2010,”ungkap sumber yang meminta namanya tidak diberitakan.
Jika mengacu kepada Permendiknas itu, kata sumbertadi, semestinya sejak mendapatkan tugas belajar selama dua tahun, BR tidak berhak menerima tunjangan jabatan dan honor-honor lainnya, dengan alasan yang bersangkutan sejatinya tidak lagi menduduki jabatan PD I FKIP.
“ Itu aturan menteri yang berbicara bukan omong kosong, jadi selama kurun waktu itu yang bersangkutan telah rangkap jabatan dan menikmati uang tunjangan serta honor yang bukan lagi menjadi haknya, silahkan saja konfirmasi ke bendahara pembantu pengeluaran FKIP saudara Sugiyono,”ucapnya.
Dia menambahkan, pihaknya juga mengaku heran dengan adanya dua surat dengan nomor yang sama namun perihal berbeda yakni surat keterangan kuliah dan surat izin belajar.
Adanya dua surat tersebut menurut sumber dikhawatirkan akan memicu asumsi negatif yaitu salah satu dari surat tersebut diduga palsu.
“ Dua surat itu nomornya sama namun dengan perihal yang berbeda, yang kami takutkan salah satu dari surat tersebut diduga dibuat untuk keperluan kenaikan pangkat yang bersangkutan. Dan kedua surat itu harus ditinjau ulang kembali dan diuji kebenarannya baik dari segi tata negara mapun aspek pidana,”tandasnya.
Sementara itu, kasus ini sendiri dilaporkan oleh salah seorang warga masyarakat bernama Yurni Atmaja pada 29 Juli 2016 silam, di Kejaksaan Tinggi Lampung. Hingga saat ini, Bujang Rahman belum memberikan konfirmasi dan klarifikasi terkait hal tersebut.(Kic/p1)
Post A Comment: