Tanggamus- sekretariat DPRD Tanggamus dianggap tidak hargai insan pers ketika gelar Rapat Paripurna penyampaian laporan hasil pembahasan, persetujuan DPRD dan pendapat akhir Kepala Daerah terhadap rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Tanggamus tahun 2019, di Ruang rapat utama kantor DPRD Tanggamus, Kamis (29/11).

Pasalnya, selain hanya satu dari enam organisasi pers yang ada di Kabupaten itu yang diundang, juga tidak disediakan kursi yang bisa diduduki para wartawan. Padahal jika dirunut, agenda paripurna itu terbuka untuk umum. Bukan paripurna internal yang sifatnya tertutup.

Lantaran tak ada kursi yang bisa digunakan untuk duduk, para kuli tinta yang berada di dalam ruangan paripurna, terpaksa duduk ”melantai” seperti gelandangan. Ada juga yang berdiri dari awal sampai akhir paripurna.

Terkait hal itu, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Wartawan Profesional Indonesia (AWPI) Kabupaten Tanggamus, Imron mengungkapkan kekecewannya. Dia menilai, panitia rapat paripurna tidak serius dalam melakukan persiapan atau bahkan memang sengaja tidak menyediakan kursi untuk para pewarta.

”Paripurna ini dalam rangka menentukan APBD Tanggamus TA 2019 dan sifatnya terbuka untuk umum. Tentu kita sebagai insan pers wajib dan mutlak untuk meliputnya. Supaya masyarakat Tanggamus tahu tentang APBD kabupaten. Tapi kok rasanya profesi kita sebagai jurnalis ini disepelekan ya?," ungkapnya.

Selain kursi tempat duduk, kekecewaan Imron juga meluap ketika tidak adanya penghargaan sedikitpun bagi para pewarta yang menyaksikan rapat paripurna tersebut.

"Jangankan kue kotak atau minuman, kursi untuk kita duduk aja nggak dikasih. Saya sampai ngelus dada lihat kawan-kawan wartawan berdiri. Apalagi harus duduk ngemper persis seperti gelandangan, dan itu terjadi di dalam ruangan rapat paripurna kantor DPRD yang notabene adalah milik rakyat dan dihadapan para wakil rakyat yang terhormat," katanya.

Imron menegaskan, kalau hal itu terjadi saat meliput diruang terbuka atau di pinggir jalan, hal itu wajar, dan memang para jurnalis sudah terbiasa duduk ngemper di teras rumah orang atau di trotoar, atau dimana posisi yang menurutnya dirasa pas.

"Ini saya lihat malah di dalam toilet sebelah kiri, ada kursi ditumpuk di situ. Apa maksudnya kita disuruh duduk di toilet?. Astaga sumpah, sampai saya keluar dari ruangan (paripurna), karena saking nggak tahan dan saking kecewanya. Di mana apresiasi untuk kita yang berprofesi sebagai jurnalis ini? Panitia penyelenggara paripurnanya bener-bener ngawur dan nggak menghargai kita. Saya harap panitia penyelenggara paripurna DPRD Tanggamus tidak mengulangi hal seperti ini dan mau menghargai eksistensi insan pers,” harap Kepala Biro Harian Pilar untuk Kabupaten Tanggamus itu.

Sementara saat ditanyai perihal kursi yang biasanya untuk tempat duduk para wartawan saat meliput paripurna, salah seorang pegawai Sekretariat DPRD Tanggamus mengaku tidak tahu-menahu.

”Maaf bang, saya bagian protokol. Soal kursi di ruang rapat paripurna ini, biasanya wewenang Bagian Umum bang,” bisiknya sambil berlalu. (Agus).

Post A Comment: