foto istimewa |
Tegakkan Independensi
dan Profesionalisme Pers
Dengan beberapa catatan tentang kelemahan yang perlu
diperbaiki, Pemilu 2019 telah berjalan lancar. Meski terjadi beberapa hambatan
di sejumlah tempat, secara umum penyelenggaraan Pemilu Presiden (Pilpres) dan
Pemilu Legislatif (Pileg) yang untuk pertama kali berlangsung secara serentak,
berjalan sesuai jadwal. Kalangan dunia internasional pun mengakui keberhasilan Indonesia
dalam melaksanakan pemilu secara serentak hanya dalam satu hari itu.
Angka partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 mencapai 81
persen atau sekitar 3,5 persen di atas target yang ditetapkan, yakni 77,5 persen. Ini di atas partisipasi Pemilu sebelumnya
pada 2014, tingkat partisipasi pemilih 70 persen untuk Pilpres dan 75 persen
untuk Pileg. Tingginya tingkat partisipasi pemilih merupakan salah satu
indikator Pemilu berjalan sukses dan proses demokrasi berjalan lancer.
Dalam pandangan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI),
keberhasilan dan kelancaran penyelenggaraan Pemilu 2019 tak terlepas dari peran
pers nasional. Pers indonesia secara
umum mampu menetralisir epidemi hoaks politik yang melanda masyarakat. Bahkan
sejumlah media arus utama online
menyediakan rubrik khusus untuk mengecek apakah sebuah informasi itu hoaks atau
sesuai fakta. Selain itu, pers lebih fokus ke pemberitaan tentang visi misi dan
program para kandidat, baik pasangan calon presiden dan calon wakil presiden
maupun calon anggota legislatif.
Meski demikian, harus diakui pesta demokrasi lima tahunan
itu juga meninggalkan sejumlah pekerjaan rumah. Keterbelahan sebagian pemilih
karena hanya dua pasang calon, sedikit banyak berdampak pada dunia pers. Independensi
media banyak dipersoalkan publik. Beberapa media cenderung berpihak pada salah
satu kandidat. Berita-berita atau informasi yang disuguhkan cenderung membangun
citra positif kandidat tertentu dan cenderung merugikan atau membangun citra
negatif candidat lainnya.
Di
samping itu, profesionalisme pers juga mendapat perhatian serius. Beberapa
media kurang hati-hati pada informasi yang berbau hoaks. Bukannya menghindar,
alih alih justru turut menyebarluaskannya. Termasuk media arus utama sering
kali tidak melakukan tigaprinsip utama jurnalistik, klarifikasi, konfirmasi, dan verifikasi. Informasi yang bernada hoaks langsung disiarkan di media berbasis jurnalistik secara ramai-ramai. Contohnya kasus Ratna Sarumpaet, belakangan diketahui adalah hoax.
Tahun 2020 adalah juga tahun politik. Akan diselenggarakan
270 pilkada di seluruh Indonesia. Diharapkan kelemahan-kelemahan sebagaimana
disebutkan di atas tidak terulang. Media tidak boleh partisan. Media jangan
ikut menyebarkan hoaks. Media harus kembali kepada jatidirinya dan tetap
menjaga independensi news room dan
bekerja secara profesional dengan melakukan
uji informasi melalui konfirmasi, klarifikasi, dan verifikasi.
Wartawan juga jangan sampai ikut-ikutan menjadi tim sukses
dalam pilkada atau bahkan terjun dalam politik praktis. Hal ini akan sangat
mengganggu independensi media dan kepercayaan publik. Pers lokal harus bisa
menjaga indepedensi dan profesionalismenya dalam pilkada tahun 2020.
Kekerasan Terhadap Wartawan
Terkait kekerasan terhadap wartawan, baik yang dilakukan
oleh aparat negara, organisasi massa, maupun warga masyarakat, juga masih saja
terjadi. Kekerasan tersebut tidak hanya berupa fisik seperti penganiayaan atau
pemukulan, tetapi juga teror. Sekadar contoh, seorang wartawan di Aceh rumahnya
dibakar orang tak dikenal, sebagian kantor PWI Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, juga
sempat dibakar, dan kantor redaksi sebuah harian di Bogor, Jawa Barat, diserbu
simpatisan partai politik tertentu.
Penegakan hukum terkait kasus yang melibatkan wartawan juga
belum sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dan MoU
antara Kapolri dan Ketua Dewan Pers nomor 2/DP/MOU/2/2017-II-2017 yang
ditandatangani pada 9 Februari 2017.
Dalam
Pasal 15 ayat 2 huruf C UU Pers disebutkan Dewan Pers melaksanakan fungsi memberikan
pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas
kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers. Pertimbangan atas
pengaduan
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf C adalah
yang berkaitan dengan hak jawab, hak koreksi, dan dengan pelanggaran terhadap
kode etik.
Dalam MoU Kapolri dan Ketua Dewan Pers di antaranya disebutkan, apabila ada dugaan terjadi tindak pidana yang
berkaitan dengan pemberitaan Pers maka penyelesaiannya mendahulukan UU No 40
tahun 1999 tentang Pers sebelum menerapkan peraturan perundang-undangan lain.
Di samping itu, apabila Polri menerima
laporan dan atau pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan pemberitaan Pers
dalam proses penyelidikan dan penyidik berkonsultasi dengan Dewan Pers
Dalam prakteknya, penyelesaian sengketa pers tidak semuanya
diproses sesuai UU Pers dan MoU tersebut. Di sejumlah daerah, polisi sebagai penerima pengaduan masyarakat atas pemberitaan, langsung
memproses menggunakan UU non Pers, misalnya UU No 19 tahun 2016 tentang
Perubahan Atas UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE) dan KUHP.
Sekadar contoh adalah kasus yang terjadi pada Januari 2019.
Koran Jawa Post dilaporkan pimpinan klub sepak bola di Surabaya atas dugaan
fitnah dan pecemaran nama baik sebagaimana diatur pasal 310, 311 KUHP dan Pasal
27 ayat 3 UU ITE karena membuat berita yang dianggap merugikannya.
Selain itu, PWI mengimbau agar perusahaan pers tetap
memperhatikan kesejahteraan wartawan. Meskipun secara bisnis hampir sebagian
besar revenue industri pers dalam
posisi menurun drastis, hak-hak karyawan (wartawan) sebagai pekerja secara
normatif harus tetap dipenuhi.
PWI akan terus meningkatkan profesionalisme wartawan anggotanya
dengan pelatihan dan meningkatkan kepatuhan terhadap Kode Etik Jurnalistik
(KEJ) dan peraturan perundang-undangan yang terkait, serta pelatihan kompetensi
teknis wartawan pada era konvergensi media.
Selamat tahun baru dan semoga 2020 akan lebih baik.
Jakarta, 29 Desember 2019
Persatuan Wartawan Indonesia
Atal S Depari, Ketua Umum
Mirza Zulhadi, Sekjen
Post A Comment: