Bandarlampung (Pikiran Lampung
) -Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung pada Oktober 2021 mengalami inflasi yaitu sebesar 0,10% (mtm), Berdasarkan data dari Bank Indonesia  perwakilan Lampung,  angka ini lebih tinggi dibandingkan realisasi inflasi bulan sebelumnya dan rata-rata inflasi bulan Oktober dalam 3 (tiga) tahun terakhir.

 Yang masing-masing mengalami Inflasi sebesar 0,05% (mtm) dan 0,06% (mtm). Namun demikian, pencapaian tersebut lebih rendah dari capaian Nasional dan Sumatera yang masing-masing mengalami Inflasi sebesar 0,12% (mtm) dan 0,17% (mtm). Secara tahunan, inflasi Provinsi Lampung tercatat sebesar 1,45% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan inflasi Nasional dan Sumatera yaitu sebesar 1,66% (yoy) dan 1,88% (yoy).

Dilihat dari sumbernya, inflasi pada bulan Oktober 2021 didorong oleh peningkatan pada beberapa komoditas seperti; minyak goreng, cabai rawit, cabai merah, baja ringan, dan cumi-cumi dengan andil masing-masing sebesar 0,10%; 0,05%; 0,03%; 0,02%; dan 0,01%.

Kenaikan harga minyak goreng disebabkan oleh masih berlanjutnya peningkatan harga komoditas CPO dunia sebagai bahan baku utama. Sementara itu, kenaikan harga aneka cabai disebabkan oleh mulai terbatasnya pasokan yang didorong oleh faktor cuaca dan mulai berakhirnya masa panen. Di sisi lain, peningkatan harga baja ringan terjadi karena adanya kenaikan harga produksi akibat adanya peningkatan harga alumunium dunia sebagai bahan baku utama konstruksi bangunan. Lebih lanjut,

Peningkatan harga cumi-cumi didorong oleh terbatasnya hasil tangkapan nelayan akibat faktor

cuaca.

Meski demikian, Inflasi yang lebih tinggi pada periode Oktober 2021 tertahan oleh adanya deflasi pada sebagian komoditas di antaranya daging ayam ras, mobil, ikan layang, daging sapi dan garam dengan andil masing-masing sebesar -0,06%; -0,05%; -0,02%; -0,01%; dan -0,01%. Penurunan harga yang terjadi pada kelompok daging ayam ras bersumber dari

pasokannya yang cukup melimpah, di tengah permintaan yang terpantau kembali meningkat pasca pelonggaran PPKM. Sementara itu, komoditas mobil kembali mengalami penurunan, hal ini didorong oleh adanya perpanjangan pemberian insentif PPnBM yang ditanggung pemerintah hingga31 Desember 2021. Yang diatur dalam regulasi Peraturan Menkeu No. 77 Tahun 2021. Di sisi lain,

meningkatnya pasokan ikan layang yang didorong oleh masuknya musim produksi turut menekan perkembangan harga. Penurunan harga komoditas daging sapi didorong oleh belum pulihnya.permintaan pasca pelonggaran PPKM. Selanjutnya, penurunan harga garam disebabkan oleh penurunan harga dari distributor untuk mendorong penjualan.

Sementara itu, NTP Provinsi Lampung tercatat lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. Peningkatan NTP ini terjadi pada subsektor tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman perkebunan rakyat, dan perikanan tangkap. Kenaikan NTP tersebut didorong oleh adanya peningkatan harga pada komoditas ketela pohon, kelapa sawit, kopi, cabai merah, ikan teri dan cumi-cumi. Di sisi lain, tekanan inflasi pedesaan yang tergambar dari Indeks Konsumsi Rumah Tangga

Petani tercatat mengalami penurunan sebesar 0,17% (mtm) didorong oleh penurunan harga

kelompok makanan, minuman dan tembakau. Dengan demikian, NTP Oktober 2021 tercatat

meningkat sebesar 1,12% (mtm) dari 103,40 di bulan September 2021 menjadi 104,55 pada bulan

Oktober 2021. Meskipun secara umum tercatat di atas 100, NTP subsektor Tanaman Pangan dan

Hortikultura tercatat masih berada di bawah 100 yang masing-masing tercatat sebesar 94,19 dan

94,36.

Ke depan, KPw BI Provinsi Lampung memandang bahwa inflasi akan tetap

terkendali pada rentang sasaran 3±1%. Namun demikian, terdapat beberapa risiko yang perlu

dimitigasi, antara lain: Pertama, risiko berlanjutnya kenaikan harga minyak goreng seiring dengan

peningkatan harga komoditas CPO Dunia. Kedua, potensi peningkatan harga beras seiring

berkurangnya pasokan memasuki masa tanam gadu. Ketiga, mulai meningkatnya harga komoditas

hortikultura seiring dengan berakhirnya masa panen dan masuknya musim penghujan. Keempat,

mulai meningkatnya harga komoditas hortikultura seiring dengan berakhirnya masa panen dan

masuknya musim penghujan. Kelima, mulai meningkatnya permintaan masyarakat yang didorong

oleh pelonggaran status PPKM Provinsi Lampung.

Dalam menjaga agar tingkat inflasi tetap berada pada level yang rendah dan stabil,

diperlukan langkah-langkah pengendalian inflasi guna mengantisipasi risiko di atas.

Pertama, memastikan keterjangkauan harga dari komoditas strategis. Tim Pengendali Inflasi

Daerah (TPID) dan Satgas Pangan bekerja sama dan bekomitmen untuk terus memastikan

keterjangkauan harga, melalui pemantauan harga komoditas strategis secara harian, yakni salah

satunya melalui aplikasi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (https://hargapangan.id/), untuk

melihat perkembangan harga serta melakukan intervensi kebijakan yang diperlukan. Kedua,

memastikan ketersediaan pasokan kepada produsen, pedagang besar/utama dan pedagang

tradisional agar tidak terdapat kendala dalam distribusi pasokan, khususnya untuk pasokan yang

berasal dari luar Provinsi Lampung tersebut. Di sisi lain, guna memenuhi ketersediaan pasokan, TPID

Provinsi/Kabupaten/Kota perlu untuk terus mengoptimalkan dan meningkatkan koordinasi, salah

satunya melalui Kerjasama Antar Daerah (KAD) khususnya untuk pemenuhan pasokan dan

menghadapi adanya risiko kenaikan harga komoditas pangan strategis. Langkah konkrit yang dapat.dilakukan oleh TPID Provinsi/Kabupaten/Kota terkait KAD adalah melakukan pendataan neraca

pangan secara akurat untuk mengetahui kondisi surplus defisit komoditas di wilayah masing-masing.

Selain itu, implementasi Program Kartu Petani Berjaya (KPB) yang merupakan terobosan untuk

mendukung upaya peningkatan produktivitas pertanian dan ketersediaan pasokan perlu terus

ditingkatkan. Ketiga, memastikan kelancaran distribusi melalui TPID dan Satgas Pangan dengan

terus memastikan adanya kecukupan pasokan dan kelancaran akses distribusi bahan pokok di

Provinsi Lampung di tengah pembatasan mobilitas akibat diberlakukannya PPKM di berbagai wilayah

baik di Provinsi Lampung maupun di wilayah lainnya. Selain stabilitas harga tetap terjaga, kelancaran

distribusi juga dapat memudahkan distributor, produsen dan petani dalam memasarkan produknya

serta mendapatkan harga yang wajar. Digitalisasi perlu dioptimalkan seperti pemanfaatan platform

e-commerce atau marketplace lokal untuk menjaga kelancaran distribusi dan pemasaran; serta terus

mendorong penggunaan transaksi nontunai.Keempat, meningkatkan komunikasi efektif

melalui diseminasi informasi harga dan iklan layanan masyarakat untuk mengimbau masyarakat agar

bijak berkonsumsi dan mengurangi asymmetric information untuk menjaga ekspektasi inflasi,

terutama di tengah pemberlakuan PPKM di berbagai wilayah Indonesia. Selain itu, masih terdapat

tantangan bagi TPID kedepan yakni upaya penguatan daya beli masyarakat di tengah proses

pemulihan ekonomi Nasional. Oleh karena itu, TPID harus bersama-sama mendorong percepatan

realisasi program perlindungan sosial dan perlunya melakukan identifikasi potensi sumber-sumber

baru pertumbuhan ekonomi antara lain melalui optimalisasi Local Value Chain (LVC) sebagai strategi

dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi di daerah, dan tidak terbatas pada sektor

pertanian pangan, namun termasuk sektor lainnya yaitu pertambangan, perkebunan, dan industri.

Penguatan LVC tersebut diantaranya dengan membentuk klaster-klaster ekonomi baru atau

eksosistem dimana korporasi dapat berperan sebagai aggregator dan off-taker. Lebih jauh TPID juga dapat melakukan pemantauan indikator terkini ekonomi daerah (Early Warning System) yang akurat dan terkini untuk memantau denyut perekonomian perekonomian daerah1. 

Post A Comment: