Advertisement
Jakarta (Pikiran Lampung)-- Petualangan Francius Luanda Marganda (42) akan berakhir di penjara Amerika Serikat. Pria yang tinggal di Jakarta dan New York itu divonis 18 tahun penjara karena menipu sedikitnya 237 orang senilai 24,5 juta dollar AS. Komplotan Francius mencari sebagian korban di gereja.
Hukuman untuk Francius diungkap Kantor Kejaksaan AS Distrik New York pada Kamis (4/4/2025). Marganda, menurut Hakim Dora L Irizarry, terbukti menjalankan piramida penipuan atau dikenal sebagai skema ponzi.
”Upaya Marganda untuk menghindari hukum dengan cara melarikan diri ke belahan dunia lain, bersembunyi di hotel mewah, adalah sia-sia,” kata John J Durham, Jaksa AS untuk Distrik Timur New York, seperti dilansir CNBC.
”Saya berharap ini akan memberikan sedikit kelegaan bagi para korban penipuan Marganda, yang memercayakan tabungan hidup mereka kepadanya karena memiliki kewarnaegaraan yang sama dengan mereka, tetapi dieksploitasi secara kejam olehnya,” lanjut Durham.
Francius tidak sendirian dalam menjalankan aksinya. Ada dua WNI, Imanuelly Jaya dan Theresia Jaya, membantunya menipu 237 WNI atau diaspora Indonesia di AS.
Mereka telah mengaku bersalah melakukan konspirasi untuk menipu para korban. Imanuelly dan Theresia tengah menunggu putusan pengadilan atas kasus yang menjeratnya.
Francius kabur dari AS pada 2021 setelah penipuannya terungkap. Komplotan Francius memakai uang para korban untuk berpindah negara dan tinggal di berbagai penginapan mewah.
Ia pernah tiga bulan tinggal di St Regis Bangkok, Thailand. Ia juga pernah tinggal beberapa bulan di JW Marriott Kathmandu, Nepal. Pernah pula menginap lama di sangraloka mewah di Maladewa.
Pada 2023, kala sedang menginap di Pulau Sentosa, Singapura, ia ditangkap. Pulau itu menjadi pusat sangraloka dan hotel mewah di Singapura. Dari Singapura, dia di Ekstarisi ke AS pada November 2023.
Ia diketahui punya dua paspor Indonesia. Satu atas nama Francius Marganda, satu lagi Joshua Setiawan. Tidak diketahui secara persis, bagaimana dia mendapatkan dua paspor yang sama-sama asli itu
Menurut dokumen Pengadilan Federal, Francius menjalankan aksinya selama tiga tahun, antara 2019-2021, bersama Imanuelly dan Theresia. Mereka membujuk WNI dan diaspora Indonesia di AS untuk menanam modal.
Badan usaha yang jadi kedok adalah Easy Transfer dan Global Transfer. Komplotan Francius menjanjikan imbal hasil sampai 200 persen. Mereka menerima setoran dalam dollar AS, rupiah, dan beberapa mata uang lain.
Mereka memakai media sosial dan informasi dari sesama korban untuk menjerat lebih banyak korban. Dengan modus itu, mereka bisa mengumpulkan total 24,5 juta dollar AS dari ratusan korban.
Alih-alih mengembangkannya, menurut dokumen pengadilan, komplotan tersebut menyalahgunakan uang milik korban dengan membeli real estat dan barang-barang mewah, serta melunasi tagihan kartu kredit. Mereka juga mencuci hasil penjualan ke rekening bank mereka.
Sebagai contoh, lebih dari 3,8 juta dollar AS hasil skema ditransfer ke salah satu rekening pribadi Francius selama 11 bulan. Selain itu, 264.000 dollar AS uang di rekening tersebut digunakan untuk melunasi tagihan kartu kreditnya.
Menurut dokumen pengadilan, sebanyak 82 korban tinggal di Queens, New York. Sebagian korban didapatkan dari gereja yang kerap didatangi komplotan Francius.
Tak cuma dari AS, korban juga diketahui berada di Malaysia dan Indonesia. Sebagian korban terlilit utang demi mendapatkan dana untuk disetor ke komplotan Francius.
Sebagian lagi menguras tabungan pensiun yang dikumpulkan lewat kerja keras puluhan tahun. Ada juga yang menguras tabungan pendidikan hingga tabungan untuk berobat.
Karena uang terkuras di investasi bodong, sebagian korban sampai mau bunuh diri. Mereka depresi tertipu.”Saya terus ingin menyakiti diri sendiri dan lebih buruk lagi putri saya,” kata korban, seorang ibu muda, dalam sebuah pernyataan, dilansir USA Today ”Bidan memeriksa, menelepon dan mengirimi saya pesan teks setiap jam hanya untuk memastikan saya tidak akan melakukan apa pun yang akan saya sesali seumur hidup.”
Menurut sebagian korban, jumlah yang tertipu Francius mungkin lebih banyak daripada yang terungkap di pengadilan. Hanya, sebagian orang itu tak mau melapor karena takut atau malu.”Mereka adalah imigran Indonesia di AS, terisolasi tanpa keluarga atau teman, dan mereka takut untuk berbicara, takut akan hukuman dari polisi atau FBI,” kata salah seorang korban, menurut berkas pengadilan.
Pada 2021, penipuan Francius terungkap, lalu mereka kabur ke berbagai negara. Francius menggunakan paspor atas nama Joshua. Meski demikian, ia akhirnya ditangkap.
Florian Miedel, pengacara Francius, seperti dilansir CNBC, menyatakan tidak puas dengan hukuman yang terlalu berat bagi kliennya. ”Meskipun sangat kecewa dengan hukuman yang luar biasa bagi seorang pelanggar pertama kali, Marganda akan menggunakan waktunya di balik jeruji besi secara produktif dan akan berusaha untuk membayar kembali korbannya saat ia dibebaskan,” katanya.
Sebaliknya, dalam pandangan Pemerintah AS, kejahatan yang dilakukan Francius tidak bisa menghilangkan rasa sakit para korban.”Skema kejam Francius Marganda menyebabkan kerusakan emosional, psikologis, dan dalam beberapa kasus bahkan fisik yang tidak dapat diperbaiki,” kata Michael Alfonso, penyelidik dalam kasus itu.
”Marganda meninggalkan keluarga pekerja keras tanpa uang yang sangat mereka butuhkan untuk pengeluaran penting yang mengubah hidup. Tidak ada jumlah waktu penjara yang dapat menebus rasa sakit yang tidak dapat dipulihkan yang disebabkan oleh Marganda dan rekan-rekan konspiratornya,” ujar Alfonso.