Advertisement
Jakarta - Judi Online atau judol saat ini menjadi fenomena yang sangat meresahkan. Dampaknya tidak hanya dialami sipecandu itu sendiri, tapi juga berakibat didalam lingkungan sekitarnya, terutama keluarga.
Dokter spesialis jiwa Santi Yuliani mengatakan, terdapat sejumlah terapi yang dapat ditempuh guna mengatasi kecanduan judi daring, contohnya psikoterapi, terapi kelompok, manajemen stres dan emosi, atau farmakoterapi.
Dalam siaran Kementerian Kesehatan berjudul "Kecanduan Judi Online Bisa Berhenti?", Senin, Santi menjelaskan bahwa kecanduan judi daring disebabkan oleh sejumlah hal, yakni pola reward atau hadiah yang tak terduga, pelepasan dopamin, kemudahan akses, promosi, pengaruh sosial, serta masalah kesehatan mental.
Dengan psikoterapi, kata Santi, pola berpikir maladaptif diganti menjadi sesuatu yang lebih sehat. Adapun pada terapi kelompok, contohnya seperti Gamblers Anonymous, adalah untuk dukungan emosional dari orang-orang yang mengalami hal serupa, agar dapat menemukan sumber dopamin yang lebih sehat seperti olah raga.
"Kemudian manajemen stres dan emosi. Ini nanti tergantung baseline-nya apa. Apakah ada mood disorder, apakah ada kecemasan, apakah ada depresi gitu," katanya.
Adapun farmakoterapi, katanya, obat-obatan digunakan agar reseptor tidak mengirimkan impuls-impuls kebutuhan dopamin.
"Dan tentunya apabila dalam proses ini bisa berkolaborasi dengan keluarga dan juga dengan financial advisor, maka sebaiknya memang dibantu untuk penyelesaian masalah finansial bila sudah sampai ke arah gangguan finansial yang cukup berat," katanya.
Dia pun mengingatkan, apabila mengikuti terapi untuk menangani kecanduan judi online, maka harus diikuti sampai habis. Durasi tiap orang berbeda, katanya, tergantung tingkat keparahannya dan dukungan untuk pulih, namun secara umum dibutuhkan enam bulan.
"Jadi please jangan drop out sebelum enam bulan. Jadi tahapan yang pertama disebut dengan tahapan pemulihan. Tahapan pemulihan ini tuh kurang lebih satu sampai tiga bulan gitu," katanya.
Pada tiga bulan ini, dokter berfokus pada menghentikan perilaku judi serta mengelola gejala-gejala awal, seperti craving atau keinginan. Di periode ini, katanya, tingkat kegagalan pemulihan paling tinggi.
"Baru nanti pas tahap berikutnya adalah tahap adaptasi, ya. Ini di tiga sampai enam bulan. Nah, di adaptasi ini, fokus terapi kita adalah mengembangkan kebiasaan baru dan menguatkan pengendalian diri. Jadi, udah mulai memulihkan fungsi-fungsi otak tadi ya, mengontrol impuls," katanya.
Dia mencontohkan, pada tahap ini diupayakan agar pasien masuk ke lingkaran pertemanan yang lebih sehat, yang tidak mendorong untuk judol kembali. Adapun tahap selanjutnya adalah pemeliharaan jangka panjang, di mana pasien benar-benar terlepas dari sumber yang menyebabkan dia mengakses judi online itu.
Dia menjelaskan, pola reward tak terduga menyebabkan gangguan proses produksi dopamin. Saat seseorang mendapatkan pengalaman menyenangkan dari kemenangan, otak menambah reseptor dopamin, sehingga keinginan untuk menang terus-menerus semakin besar.
Tak dipungkiri, ujarnya, di era sekarang gawai memudahkan akses ke informasi apapun. Dengan lekatnya gawai di kehidupan sehari-hari, maka promosi dan bonus yang diberikan dari judol serta pinjaman daring juga semakin mudah masuk ke algoritma media sosial.
Yang berikutnya, kata dia, terkait faktor kesehatan mental, orang dalam kondisi stres, cemas, atau sedih, membutuhkan distraksi untuk lari dari masalah atau menghilangkan waktu kosongnya. Ketika mencari distraksi, katanya, mereka salah memilih sumber dopamin.
Dia menyebutkan, dampak psikologis akibat bermain judi online seperti pikiran yang tidak bisa berhenti, perubahan mood menjadi lebih tidak stabil sehingga mengganggu hubungan dengan orang terdekat, serta kesulitan mengendalikan dorongan. Judol, katanya, dapat menyebabkan seseorang lebih mudah merasa jengkel, dan marah.
"Ketika seseorang ter-preoccupied atau berpikir terus menerus tentang perjudiannya, pasti sleepnya itu terganggu. Siklus tidurnya menjadi bermasalah. Hormon stresnya menjadi tinggi, kortisol. Kalau kortisolnya naik, pengaruh ke fisik sudah jelas ya. Fungsi-fungsi paru-paru, kemudian fungsi liver, kemudian fungsi jantung, hormonal itu semuanya terganggu," katanya.(ant)