Advertisement
Foto suasana Kota Linxia di china yang penuh dengan nuansa sejuk Ilsami. istimewa
TIONGKOK (Pikiran Lampung) – Dalam sebuah hadist diriwatkan jika nabi Muhammad SAW bersabda tuntutlah ilmu hingga ke negeri China. Walaupun hadist ini termasuk lemah, namun patut dipelajari setiap hal unik dari negeri yang warganya berjumlah 2 milyar lebih dan tersebar di hampir seluruh dunia.
Kali ini kita akan beranjangsana khusus Ramadan di Kota Linxia,
sebuah prefektur otonomi di Provinsi Gansu. Dimana daerah ini kerap dijuluki sebagai “Mekah Kecil di
Tiongkok”, dikutif dari laman Herald,id.
Kota ini menjadi
pusat komunitas Muslim di Negeri Tirai Bambu dengan lebih dari 3.000 masjid
yang tersebar di seluruh penjuru kota. Sekitar 55% penduduk Linxia berasal dari
suku minoritas Muslim, seperti suku Hui, Dongxiang, dan Bao’an.
Linxia juga
memiliki peran penting dalam Jalur Sutra, jalur perdagangan kuno yang
menghubungkan Asia, Timur Tengah, dan Eropa.
Sejarah Islam di kota ini bermula sejak abad ke-7, ketika
para pedagang Arab dan Persia datang berdagang, kemudian menetap dan berbaur
dengan penduduk setempat. Gelombang migrasi Muslim semakin meningkat pada abad
ke-13, ketika pasukan Mongolia membawa serta komunitas Islam dari Asia Tengah
ke Tiongkok. Dari proses asimilasi inilah lahir suku Hui, yang kini menjadi
komunitas Muslim terbesar ketiga di Tiongkok dengan populasi sekitar 11 juta
jiwa.
Tradisi Ramadan dan
Budaya Islam di Linxia Menjelang bulan suci Ramadan, suasana Linxia semakin
terasa religius. Hampir di setiap sudut kota dapat ditemukan masjid dengan
arsitektur unik yang menggabungkan unsur Tiongkok dan Timur Tengah.
Kaligrafi Arab menghiasi dinding-dinding masjid, sementara
seni pahatan kayu dan batu menunjukkan akulturasi budaya Islam dan Tionghoa.
Salah satu kawasan
bersejarah di Linxia adalah Pang Sang, yang secara harfiah berarti “Delapan
Masjid dan Tiga Belas Lorong”. Tempat ini merupakan pusat komunitas Muslim
sejak zaman Dinasti Qing dan kini menjadi daya tarik wisata religi.
Masjid-masjid tua berusia ratusan tahun masih berdiri megah, di antaranya
Masjid Chengen dan Masjid Barat, yang tetap menjadi pusat kegiatan ibadah
hingga kini.
Di Linxia, tradisi Ramadan terasa sangat kental. Ketika
azan Magrib berkumandang, umat Muslim berbondong-bondong menuju masjid untuk
berbuka puasa dan melaksanakan salat Tarawih.
Salah satu tradisi
khas Linxia adalah penyediaan makanan berbuka seperti mie sapi khas suku Hui,
sup pedas, dan berbagai olahan daging halal yang dijajakan di restoran-restoran
Muslim yang khusus buka pada malam hari hingga waktu sahur.
Selain sebagai pusat keislaman, Linxia juga terkenal
dengan industri seni Islamnya. Di berbagai toko, dijual ornamen-ornamen
kaligrafi Arab, peralatan ibadah, serta berbagai dekorasi Islami hasil
kerajinan tangan masyarakat setempat. Linxia juga memiliki aturan ketat bagi
warganya yang ingin menunaikan ibadah haji. Muslim di Tiongkok harus mendaftar
dan masuk dalam daftar antrean yang bisa memakan waktu hingga 10 tahun.
Setiap tahunnya,
sekitar 10.000 Muslim Tiongkok diberangkatkan ke Makkah, dengan biaya
perjalanan haji mencapai Rp145 juta. Dikenal sebagai kota dengan kehidupan
Islam yang harmonis, Linxia membuktikan bahwa Islam dapat hidup berdampingan
dengan budaya lokal tanpa kehilangan identitasnya. Keberagaman budaya dan agama
yang terjalin di kota ini menjadikannya salah satu pusat peradaban Islam
terbesar di Tiongkok.
Pada Ramadan 2025 ini, kota ini ramai dengan bazaar
Ramadan, layaknya di Indonesia, yang menjual makanan serta takjil serta ramai
menjelang waktu berbuka. (***)