Advertisement
Bandar Lampung (Pikiran Lampung)- Banyak elemen warga di Provinsi Lampung yang mendukung dan imbau agar Aparat Penegak Hukum (APH) baik itu dari kepolisian daerah Lampung maupun dari Kejaksaan tinggi (Kejati) untuk mengusut pengadaan obat di Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Lampung.
Baik itu anggaran tahun ini, maupun tahun 2023 dan tahun
2024 yang lalu.semua harus diusut tuntas.
“ Ya sebagai warga Lampung kita harus mendukung program
Gubernur Mirza agar pengelolaan keuangan Lampung bisa berjalan baik, transparan
serta tepat sasaran. Jadi kalau ada dinas atau perangkat daerah diduga bermain
dengan anggaran, maka itu APH harus usut tuntas,”tegas Ali Fikri, salah satu
tokoh masyarakat, juga kordinator Jaringan Warga Pemantau Pembangunan Lampung
(JWP2L) Senin (19/5/2025).
Menurut Ali, sangat memalukan jika saat rakyat susah dan
pemerintah sudah mencanangkan efisiensi justru ada satker yang terindikasi
bermain –main. “ Jika benar informasi yang kami terima, ada indikasi Dinas
Kesehatan Lampung bermain dengan anggaran pengadaan obat, maka hal itu layak
diusut tuntas. Bukan hanya tahun yang sekarang tapi tahun –tahun sebelumnya,”ujar
pria yang terkenal sangat keras dalam membela kepentingan rakyat ini.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Budi warga Bandarlampung
lainnya. “Kami sudah baca beritanya di media Pikiran Lampung, kami sangat
perihatin sekali, Aparat dari Polda Lampung dan Kejati harus menyelidiki ini
hingga tuntas. Kami warga akan memantau ini , karena ini uang rakyat yang
digunakan,”tegasnya. .
Semenatara itu, Kadiskes Lampung dr. Erwin Rusli saat diminta konfirmasinya belum bersedia memberikan pen jelasan hingga berita ini dipublikasikan.
Diberitakan sebelumnya, meski dilakukan secara elektronik (online), Pengadaan Barang/Jasa E-Katalog di lingkungan pemerintah dengan metode pemilihan E-Purchasing tidak menutup kemungkinan adanya dugaan penyimpangan alias ‘bocor alus’. Yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi (persaingan usaha) dan keuangan negara berupa mark'up spesifikasi dan harga.
Hal tersebut disampaikan Ketua Harian Aliansi Tunas
Lampung (ATL), Yusantri menyikapi alokasi dan realisasi pengadaan/belanja
obat-obatan di Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Lampung tahun anggaran 2025
ini dengan nilai pagu Rp10 milyar.
Terlebih menurut Yusantri paketnya tidak utuh terkontrak
dengan satu perusahaan penyedia melainkan dipecah. "Penyedia yang ditunjuk
diduga tidak memiliki ketersediaan barang yang dibutuhkan. Spesifikasi
diragukan," tutur Ketua Harian ATL, Yusantri kepada wartawan, Rabu
(14/5/2025).
Berdasarkan data dan informasi yang didapat menyebutkan
pengadaan Belanja Obat-Obatan Lainnya yang diperuntukan program stunting yang
didistribusikan ke seluruh Kabupaten/Kota tersebut terkontrak dengan rekanan
penyedia senilai Rp Rp. 9.434.134.910 dipecah menjadi 2 paket.
"Tidak diketahui nama penyedia yang ditunjuk sebagai
rekanan, namun berdasarkan informasi status kontrak telah selesai dipecah
masing-masing dengan nilai kontrak Rp. 7.315.497.728 dan Rp.
2.118.637.182" jelas Yusantri.
Lebih lanjut pihaknya menuding adanya dugaan
penyalahgunaan informasi internal sistem eprocurement untuk menguntungkan pihak
tertentu. "Adanya indikasi persekongkolan antara pejabat terkait dengan
pelaku usaha untuk menguntungkan pihak tertentu, misalnya dengan menyepakati
harga yang lebih tinggi atau spesifikasi yang menguntungkan" ujarnya.
Lebih jauh Yusantri menduga memecah paket pengadaan untuk
menghindari persaingan harga yang bertujuan menggunaan harga barang/jasa di
e-katalog yang tidak wajar.
Ketua Harian ATL, Yusantri mengingatkan bahwa penyimpangan
dalam sistem eprocurement dapat merugikan keuangan negara. Apalagi
reaslisasinya barang yang disuplay berupa obat-obatan tidak sesuai spesifikasi,
kualitas kadar zat dan masa kadaluarsanya.
"Pencegahan penyimpangan perlu dilakukan melalui
pengawasan yang ketat serta penerapan sanksi yang tegas terhadap
pelanggar" tandas Yusantri.
Sementara itu, pihak dinkes Lqampung belum bisa dihubungi
terkait hal ini. (red)