lisensi

Jumat, 02 Mei 2025, Mei 02, 2025 WIB
Last Updated 2025-05-03T04:47:05Z
Gepak Lampung

Gepak Lampung Soroti Mandeknya Kasus PT LEB: “Jangan Sampai Bukti dan Pelaku Menghilang Perlahan”

Advertisement


 

Bandar Lampung (Pikiran Lampung) - Ketua Gepak Lampung, Wahyudi, menyuarakan keprihatinannya atas stagnasi penanganan dugaan tindak pidana korupsi dana Participating Interest (PI) 10% pada PT Lampung Energi Berjaya (LEB). 


Menurutnya, aparat penegak hukum (APH) seolah membiarkan kasus ini menggantung terlalu lama, padahal indikasi kerugian negara dan barang bukti sudah cukup kuat. "Ada apa sebenarnya? Kenapa kasus ini seperti dibiarkan begitu saja oleh APH? Nilainya cukup besar, barang bukti sudah banyak, dan indikasi merugikan keuangan negara sangat jelas,” tegas Wahyudi dalam keterangannya, Jumat (2/5/2025).


Ia menilai, jika kasus ini terus berlarut tanpa kejelasan, ada potensi pelaku atau pihak-pihak yang bertanggung jawab akan melarikan diri, bahkan hilang dari proses hukum.


“Kalau dibiarkan terus, lama-lama yang bertanggung jawab bisa kabur, bisa sakit, atau bahkan berhalangan tetap. Saat ini saja seluruh karyawan sudah mengundurkan diri. Komisarisnya, Heri Wardoyo, juga sudah habis masa jabatannya. Itu artinya, satu per satu pihak yang bisa menjadi saksi dan menyumbang bukti mulai menghilang,” ujarnya prihatin.


Wahyudi juga menyinggung kemungkinan adanya praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) dalam penyaluran dana tersebut, apalagi jika ditinjau dari hubungan personal beberapa pihak terkait. "Awal pemeriksaan sempat muncul nama salah satu koperasi di Bandar Lampung, yang ternyata salah satu pengurusnya adalah Zaidirina, Kepala Dinas di Provinsi Lampung, dan juga istri dari Heri Wardoyo. Ini harusnya jadi perhatian serius,” lanjutnya.


*Perusahaan Babak Belur, Penegakan Hukum Mandek*


Dugaan korupsi dana PI 10% senilai Rp 271 miliar yang menyeret anak usaha BUMD PT Lampung Jasa Utama (LJU), yakni PT LEB, masih terus menggantung di Kejaksaan Tinggi Lampung. Meski Kejati telah menyita uang senilai Rp 81 miliar serta sejumlah barang mewah, hingga kini belum ada perkembangan signifikan dalam proses hukum.


Parahnya lagi, kondisi internal PT LEB pun tengah terpuruk. Kantor operasionalnya di kawasan Pahoman, Bandar Lampung, diketahui telah habis masa kontrak. Dari sekitar 10 pegawai yang sempat aktif, semuanya telah mengundurkan diri. Kini, hanya menyisakan Direktur Utama Hermawan yang tinggal di Jakarta dan seorang sekretaris perusahaan, itupun kabarnya sudah jarang berkantor.


Mantan Direktur Umum PT LEB, Budi Kurniawan, bahkan telah lebih dulu mundur. Sedangkan Komisaris Heri Wardoyo sudah tidak menjabat sejak November 2024. Dengan struktur manajemen yang kian kosong, PT LEB praktis seperti kapal tanpa nahkoda.


Padahal, PT LEB memiliki peran strategis dalam perencanaan keuangan daerah. Dalam APBD 2024, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan TAPD mengusulkan target pendapatan dari PI 10% sebesar Rp 100 miliar, namun dalam pembahasan bersama DPRD angka tersebut melonjak drastis menjadi Rp 385 miliar. Proyeksi ini didasarkan pada rencana pembagian dividen dari pendapatan PI tahun sebelumnya.


Namun, dari proyeksi dividen sebesar Rp 324 miliar berdasarkan surat Direktur Utama PT LEB pada Mei 2022, nyatanya Pemprov hanya menerima Rp 140,8 miliar pada September 2024. Ini memunculkan pertanyaan besar tentang ke mana sisa dana yang diperkirakan mencapai Rp 183 miliar itu mengalir.


Kondisi ini diperparah oleh lambannya proses hukum. Pernyataan terakhir dari Kasi Penkum Kejati Lampung, Ricky Ramadhan, pada 13 Februari 2025 menyebut bahwa pihaknya masih menunggu hasil audit untuk menghitung potensi kerugian negara. Hingga kini, belum ada penetapan tersangka meski 32 orang telah dimintai keterangan.


*Wahyudi Ingatkan: Tegakkan Hukum Sebelum Terlambat*


Melihat kondisi ini, Wahyudi kembali menegaskan pentingnya ketegasan penegak hukum. Ia tidak ingin kejadian ini menjadi preseden buruk bagi penanganan kasus korupsi di Lampung. "Jangan sampai kita menyesal nanti. Kalau pelaku dan bukti sudah lenyap, hukum mau menjerat siapa? Ini bukan soal politik, ini soal uang rakyat dan masa depan daerah," tegasnya.


Ia mendesak agar Kejati Lampung segera menuntaskan penyidikan dan membawa kasus ini ke pengadilan agar kejelasan hukum bisa tercapai. "Segera tetapkan tersangka jika memang cukup bukti. Publik menunggu keadilan," pungkas Wahyudi.(Red)