Advertisement
Lamtim (Pikikran Lampung)- Harapan petani di Lampung untuk sejahtera dan maju sesuai dengan slogan pemerintah saat ini tampaknya hanya angan belaka.
Salah satunya terlihat nampak pada petani jagung yang
belum bisa tersenyum bahagia saat panen tiba. Bahkan mereka seakan menjerit dan menangis melihat harga jagung yang kini turun drastis.
Seperti yang terungkap pada petani jagung di Lampung Timur.
Mereka menjerit menyusul harga komoditas tersebut terus turun di tengah musim
panen jagung yang melimpah.
Bukan karena gagal panen, melainkan karena harga hasil
panen mereka terjun bebas. Jagung yang mestinya jadi berkah, kini justru
menjadi beban.
"Sejak dua bulan terakhir, harga jagung terus melorot
hingga menyentuh angka Rp3.800–Rp4.200 per kilogram," kata petani jagung
Desa Banjar Agung, Tori (46) dalam keterangannya di Lampung Timur, Selasa
(13/5/2025).
Padahal, pemerintah telah menetapkan Harga Pembelian
Pemerintah (HPP) sebesar Rp5.500 per kilogram. Sayangnya, angka itu hanya
tinggal janji, karena hingga Mei 2025, Bulog tak kunjung menjalankan kewajiban
menyerap jagung petani.
Petani pun gusar. Tumpukan jagung dibiarkan tergeletak di
halaman rumah, sebagian bahkan membusuk karena tak laku dijual. Lahan-lahan
yang semestinya jadi sumber penghidupan, kini jadi saksi bisu kegelisahan.
Tori mengaku kecewa melihat kondisi ini dan membuat petani berada di ujung tanduk.
“Jagung numpuk, harga anjlok, pembeli nggak ada. Mau jual
ke siapa? Bulog juga diam saja,” keluhnya.
Menurutnya, tak sedikit petani yang memilih membiarkan
ladangnya tak dipanen. Bukan karena malas, tapi karena hasil panen tak mampu
menutupi ongkos tanam dan panen. Jika terus dipaksakan, kerugian hanya akan
makin besar.
Tak hanya petani, para agen jagung pun ikut terkena imbas.
Maryanto (47), agen jagung di daerah tersebut, mengatakan situasi ini memukul
semua pelaku rantai distribusi.
“Kami bingung mau beli jagung petani dengan harga berapa.
Tanpa campur tangan Bulog, pasar jadi liar,” ujarnya.
Ia menjelaskan, saat Bulog tak menyerap, pabrik besar
leluasa menurunkan harga beli. "Tak ada lagi patokan resmi, tak ada lagi
perlindungan. Semuanya serba tak pasti," ujarnya.
Kebijakan ada, aksi tak nyata
Pemerintah sebenarnya sudah menyusun rencana. Dalam rapat
koordinasi pangan nasional yang dipimpin Menko Bidang Pangan, Zulkifli Hasan,
pada 24 Maret 2025, Bulog ditugaskan membeli jagung petani hingga 1 juta ton.
Namun, sejauh ini, itu baru sebatas wacana.
Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, juga
telah menekankan pentingnya HPP sebesar Rp5.500 per kilogram sebagai bentuk
perlindungan harga. Namun, realisasi di lapangan masih nihil, terutama di
daerah sentra jagung seperti Lampung Timur.
Tori mengatakan petani mengharapkan tindakan nyata dari
pemerintah terkait harga jagung. Panen tak menunggu kebijakan rampung dibahas.
Setiap hari jagung terus mengering di halaman rumah, sementara harapan mulai
memudar.
“Kami cuma minta pemerintah hadir. Jangan biarkan kami
berjuang sendiri,” ujar Tori.
Ia menambahkan jika kondisi ini terus dibiarkan, bukan
hanya jagung yang membusuk, semangat para petani pun bisa ikut layu. Pemerintah
harus segera turun tangan sebelum semuanya terlambat. (ant/p1)