Advertisement
Sejumlah perusahaan media lain juga terpaksa melakukan PHK massal dalam beberapa tahun terakhir.
Tak hanya Kompas TV, sederet perusahaan media di Indonesia juga telah mengumumkan langkah efisiensi serupa, berupa PHK massal.
Berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai sumber, termasuk akun X @PartaiSocmed, berikut deretan media yang terdampak:
Seluruh kantor biro daerah resmi ditutup per 30 April 2025.
MNC Group selaku pemilik dilaporkan melakukan PHK terhadap 400 karyawan.
"Breaking!
Inews per 30 April menutup semua kantor bironya di
Indonesia. MNC group layoff 400 pegawainya," cuit @PartaiSocmed.
- CNN Indonesia TV
Mengonfirmasi adanya PHK massal sekitar 200 karyawan,
termasuk di divisi newsroom dan teknis.
- MNC Group
Selain di Inews, grup ini juga memangkas lebih dari 400
karyawan di beberapa divisi.
Restrukturisasi redaksi juga dilakukan, dari 10 pemimpin
redaksi kini hanya tersisa 3.
- Kompas TV
Mengumumkan PHK 150 karyawan dan menghentikan siaran
televisi digital, fokus beralih ke platform digital dan streaming.
- TV One
Melakukan pengurangan tenaga kerja, sebanyak 75 pegawai
diberhentikan sebagai bagian restrukturisasi.
- Viva.co.id
Dikabarkan akan menutup kantor operasional di Pulogadung
dalam waktu dekat, sejalan dengan pemangkasan pegawai.
- Emtek Group
Melakukan efisiensi dengan memangkas 100 karyawan dari
berbagai unit usaha.
- Global TV (GTV)
Mengurangi 30% tenaga kerja di bagian produksi sebagai upaya
penyesuaian biaya.
- TVRI
Menghentikan kontrak kontributor dan pekerja lepas di
sejumlah daerah untuk efisiensi anggaran.
- RRI (Radio Republik Indonesia)
Memutus kontrak pekerja outsourcing dan non-PNS, mengikuti
langkah efisiensi serupa.
- ANTV
Mengonfirmasi pemecatan 57 karyawan akibat restrukturisasi
operasional.
- Net TV
Melakukan PHK massal usai proses akuisisi oleh MD
Entertainment.
- Republika
Merumahkan 60 karyawan termasuk 29 wartawan dalam rangka
efisiensi operasional.
Para pengamat industri menilai, gelombang PHK massal ini
terjadi sebagai dampak transformasi digital, pergeseran perilaku konsumsi
informasi, dan tekanan ekonomi nasional.
Iklan, yang menjadi tulang punggung pendapatan media,
semakin banyak beralih ke platform digital nonkonvensional seperti media
sosial, YouTube, hingga influencer marketing.
Fenomena ini juga dianggap sebagai efek disrupsi teknologi
yang memaksa media untuk beradaptasi atau mati.
Banyak media akhirnya beralih ke strategi digital-first,
menutup lini cetak atau siaran konvensional, dan fokus ke konten online serta
streaming.
Tanda Krisis atau Transformasi?
PHK massal yang melanda industri media menandakan tantangan
serius dalam keberlanjutan jurnalisme profesional.
Namun di sisi lain, ini juga menjadi peluang bagi perusahaan
media untuk bertransformasi, memperkuat model bisnis digital, dan
mengeksplorasi sumber pendapatan baru.
"Banyak yg coba menyalahkan pemerintah. Padahal ini
transformasi media yg terjadi akibat revolusi internet, sosial media dan
kecerdasan buatan yg begitu cepat. Ini mirip bertumbangannya retail besar
dampak menguatnya e-comerce," tulis @nalar_logis.
"Sebagaimana perubahan melenyapkan model bisnis lama maka
perubahan pula yg akan melahirkan peluang (model bisnis) baru," imbuh dia.
Meski demikian, para pekerja media berharap agar
transformasi tidak mengorbankan hak-hak karyawan dan tetap menjaga standar
jurnalisme berkualitas di era digital.(*)