Advertisement
Lampung Timur (Pikiran Lampung)-- Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) Kabupaten Lampung Timur (lamtim) menanggapi dinamika kekosongan kursi Sekretaris Daerah (Sekda) yang sempat terjadi dan menjadi sorotan publik. MPAL menekankan pentingnya pengisian jabatan tersebut melalui mekanisme resmi yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Ketua MPAL Lamtim,, Sidik Ali, S.Pd.I (Gelar Suttan Kiyai), didampingi ketua Iwo, Azohirri,za dan sekretaris MPAL, Suttan Pakau Alam, menegaskan bahwa jabatan Sekda bukanlah posisi sembarangan yang bisa diisi tanpa pertimbangan matang.
“Untuk menjadi Sekretaris Daerah tentu harus melalui mekanisme yang diusulkan oleh Bupati Lamtim disetujui oleh Gubernur Lampung, serta diketahui oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri. Karena Sekdakab harus memiliki jiwa kepemimpinan, mampu merangkul semua kalangan dan stakeholder, serta berpengalaman dan mumpuni karena membawahi seluruh ASN di kabupaten Lamtim,"ujar Suttan Kiyai saat memberikan keterangan di Kantor MPAL, Jl. Buway Beliyuk, Komplek Perkantoran Pemda Sukadana Ilir, Senin (07-07-2025).
MPAL juga mendorong Bupati Lamtim untuk segera melakukan penyegaran birokrasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten. Penyegaran ini dinilai penting demi optimalisasi pelayanan publik dan efektivitas jalannya pemerintahan.
“Sebaiknya Bupati segera melakukan penyegaran di lingkungan Pemkab Lamtim dengan penempatan pejabat yang sesuai dengan rekam jejak, bidang pengalaman, serta jenjang pendidikan yang relevan. Jangan sampai kedudukan diberikan kepada yang tidak sesuai latar belakang pendidikannya. Jika sesuatu dikerjakan bukan oleh ahlinya, maka kehancuran yang akan didapatkan,” tegasnya.
MPAL juga mengingatkan agar penempatan pejabat tidak dilandasi rasa suka atau tidak suka, serta mendorong pemerintah daerah untuk membuka diri terhadap kritik yang membangun.
“Penempatan pejabat jangan berdasarkan kedekatan personal. Pemerintah daerah juga jangan sampai anti kritik. Kita semua wajib mendukung jalannya pemerintahan, namun tetap bisa menyampaikan kritik selama itu untuk membangun,” tambahnya.
Soal 100 Hari Kerja Bupati: “Bukan Ukuran Keberhasilan”
Saat disinggung mengenai penilaian kinerja Bupati Lamtim dalam 100 hari kerja, Suttan Kiyai menilai bahwa periode tersebut belum layak dijadikan indikator keberhasilan seorang kepala daerah.
“Masa kerja 100 hari tentu bukan sebuah ukuran berhasil atau tidak berhasil. Jabatan Bupati dan Wakil Bupati adalah jabatan politik selama lima tahun. Mari kita bersama-sama mendukung kebijakan, bukan berarti kita tidak bisa mengkritik, asalkan tujuannya untuk membangun,” jelasnya.
MPAL berharap Pembangunan Kota Sukadana Harus Diprioritaskan
dan juga menyerukan agar pembangunan Kota Sukadana sebagai ibu kota kabupaten menjadi prioritas utama dalam perencanaan daerah. Menurut MPAL, wajah Sukadana mencerminkan citra seluruh Lamtim.
“Terkait pembangunan, sebaiknya pemerintah daerah memprioritaskan pembangunan Kota Sukadana karena ini adalah wajah kita semua, wajah Lamtim Dalam perencanaan pembangunan, tentu harus melibatkan semua pihak: tokoh pemuda, tokoh adat, dan tokoh agama,” ujar Suttan Kiyai.
Ia juga menekankan agar Bupati Lamtim turut memperhatikan keberadaan 53 desa adat yang ada di wilayah tersebut, sehingga nilai-nilai kearifan lokal tetap terjaga dan menjadi bagian dari arah pembangunan.
Usul Penataan Ikon Daerah dan Koreksi Lambang Siger
MPAL Lamtim turut mengusulkan penataan kembali terhadap ikon-ikon dan simbol daerah yang saat ini berada di kawasan perkantoran pemerintah.
“Patung badak di depan kantor Pemda bisa dipindahkan ke depan rumah dinas Bupati untuk menemani patung gajah. Patung pahlawan nasional KH Hanapiah sebaiknya ditempatkan di depan Kantor Pemkab Lamtim Patung Letnan Aripin lebih tepat jika ditempatkan di Banding. Asmaul Husna yang saat ini berada di lingkungan Pemkab, sebaiknya dipindahkan ke Islamic Center karena di sanalah tempat yang lebih representatif secara nilai religius,” urainya.
Tak hanya itu, MPAL juga mengingatkan pentingnya koreksi terhadap bentuk lambang siger yang ada di depan Kantor Kejaksaan Negeri Sukadana.
“Lambang siger yang ada saat ini masih menggunakan siger lekuk tujuh, padahal secara adat Lampung Timur masuk ke dalam kebuayan Abung Siwo Migo, yang identitas budayanya merujuk pada siger lekuk sembilan. Ini perlu diperbaiki dengan menambahkan dua lekuk agar sesuai dengan nilai adat kita,” pungkasnya.
Dengan berbagai pandangan dan saran tersebut, MPAL berharap Pemerintah Kabupaten Lamtim dapat menjalankan roda pemerintahan secara bijak, inklusif, dan berbasis kearifan lokal yang kuat, demi kemajuan daerah secara menyeluruh. (AF)
