lisensi

Selasa, 05 Agustus 2025, Agustus 05, 2025 WIB
Last Updated 2025-08-06T08:33:58Z
BudayaPendidiikantari igel Lampung pepadun

Melestarikan Tidak Harus 'Menghilangkan' Keangungan Tarei Ngigel

Advertisement



 Oleh Wawan Nunyai

CEO Pikiran Lampung

Bandarlampung (Pikiran Lampung)- Pawai budaya yang digear oleh Pemkot Bandarlampung yang katanya digagas oleh Walikota Eva Dwiana telah membuat hampir semua warga suku asli Lampung kecewa.


Redaksi Harian Pikiran Lampung baik secara lisan maupun komentar yang dkirim melalui pesan di aplikasi WA atau medsos banyak menerma bernada kecewa masyarakat asli Lampung. Terutama para pelaku budaya Lampung itu sendiri.


Penulis ingin sedikit meluruskan apa itu tari Igel, ngigol atau Ngigel. 

Tari Igel umumnya ada di Lampung Pepadun, seperti Abung Siwo Migo, Megow Pak Tulang Bawang, Sungkai, Way Kanan serta Pubian. 


Sepanjang yang penulis pahami, Tari Igel ada aturan pasti atau biasa dalam bahasa penyimbang adat Lampung, disebut titi gematei yang dipakai selaku gelang suluman. Dimana, Tari Igel biasanya dilakukan para penyimbang adat atau perwatin pada acara begawi agung atau biasa juga pepung adat. 


Dan, tari ini hanya boleh dilakukan oleh Laki -laki atau perwatin yang punya kedudukan tinggi, artinya tari Ngigel atau Igel tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang apa lagi wanita. 


Perlu dicatat juga, perempuan Lampung yang telah bersuami atau biasa disebut Tualo Anau, ataupun mirul, sangat tidak boleh untuk menari, baik di dalam sesat apa lagi di tanah lapang ditonton orang banyak. 

Tari Igel, dilaksanakan biasanya  pada malam cangget ataupaun siang hari di depan pattcah aji atau pemakail


Pada malam cangget, Tari Igel merupakan puncak dari prosesi seorang yang akan dinobatkan untuk menjadi seorang pageran atau suttan. Seoarang calon pangeran atau suttan akan menari dikelilingi oleh para Suutan atau penyimbang, biasanya lima atau 9 orang. Dan pada siangnya, dia akan kembali menari Igel di depan pemakai dengan belapan atau berhadapan dengan unsur dari keluarga ibunya. Dan disaksikan oleh Sang istri dari atas pemakai atau lunjuk . 


Di sini jelas bahwa apa yang dilaksanakan oleh Pemkot Bandarlampung dengan memakai kata Igel dan mencampur adukan perempuan serta laki menari bersama sangat menciderai dari keangungan tari Igel Itu sendiri. 

Pelestarian budaya sangat baik dan perlu dilakukan, namun tidak harus menghilangkan keangungan atau bahkan terkesan 'melecehkan' tari Igel yang sangat sakral tersebut, 


Pemkot Bandarlampung, untuk momen tersebut penulis kira cukup memakai diksi bahasa Pawai budaya Lampung. Tanpa harus menarik kata Tari Igel. 


Melestarikan budaya Bagus, tapi perlu tetap mematuhi 'rambu rambu' adat itu sendiri. Menjaga dan melestarikan budaya termasuk keangungan Tari Igel adalah tugas kita semua, Mak ngam apo lagei, mak tano kapan lagei, Tabik Pun...