lisensi

Jumat, 12 September 2025, September 12, 2025 WIB
Last Updated 2025-09-12T08:39:42Z
12/09/20254 MiliarDiskominfotikDugaan Kerugian Negara 3KI-KPIDLampung

Rugikan Negara Rp3,4 Miliar, Ketua JPSI Pertanyakan Honorarium Komisioner KI-KPID Lampung Yang Habis Masa Jabatannya

Advertisement

 


Bandarlampung (Pikiran Lampung) 
- Terus bergulirnya pemberian honor kepada anggota KPID dan KI oleh Diskominfotik Provinsi Lampung terus mencuat dan menuai kritikan dari berbagai elemen warga, perihal masa jabatan komisioner Komisi Informasi (KI) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Lampung yang sudah habis, bisa menimbulkan potensi kerugian negara sebesar Rp3,4 Miliar lebih.

 

Hal ini jika melihat masa jabatan komisioner KI Lampung yang berakhir pada Februari 2024 dan KPID Lampung pada Oktober 2023. Namun, sampai Agustus 2025 para komisioner tersebut kabarnya masih menerima honor. Hal ini bisa berpotensi merugikan keuangan negara apabila tidak adanya landasan hukum yang jelas dan kuat terkait perpanjangan masa jabatan di dua lembaga tersebut.

 

Jika dilihat dari masa jabatan tersebut, boleh jadi ada kekhawatiran negara dirugikan sebesar Rp3,476.000.000 akibat pembayaran honorarium komisioner dengan asumsi rincian Ketua KPID Rp15 Juta dikali 22 bulan = Rp330 juta, Wakil Ketua Rp14,5 Juta dikali 22 bulan = Rp319 Juta dan lima anggota masing-masing Rp14 Juta dikali 22 Bulan = Rp1,540 Miliar, jika total maka sebesar Rp2.189.000.000.

 

Kemudian, untuk komisioner KI Lampung telah melewati masa jabatan selama 18 bulan. Dengan asumsi rincian Ketua Rp15 Juta dikali 18 = Rp270 juta, Wakil Rp14,5 Juta dikali 18 = Rp261 juta dan Anggota sebanyak tiga orang dikali Rp14 juta selama 18 bulan maka hasilnya sebanyak Rp756 juta dan jika ditotal keseluruhan honorarium KI expired sebesar Rp1.287.000.000.

 

Jadi total potensi kerugian negara atas honorarium komisioner KI-KPID Lampung sebesar Rp2.189.000.000 ditambah Rp1.287.000.000 yakni Rp3.476.000.000. 


Ketua Jaringan Pengamat Sosial (JPSI), Ichwan. Ia menilai Dinas Komunikasi, Informasi dan Statistik (Diskominfotik) Provinsi Lampung sebagai pengelola anggaran tidak cermat dan teliti jika jabatan para Komisioner KI-KPID Lampung sudah berakhir.

 

“Sebagai Dinas yang menaungi pembayaran para Komisioner KI-KPID seharusnya lebih teliti dan cermat dalam urusan keuangan, apalagi dibayarkan dalam waktu hampir 2 tahun, jika memang mereka lalai atau lupa ya,” ungkap Ichwan pada Media Harian Pikiran Lampung, Jumat (12/09/2025).

 

Ia melanjutkan, Jika memang ada unsur kesengajaan, maka pihak berwajib harus mengusut tuntas kerugiaan negara sebesar Rp3.476.000.000 tersebut.

 

“Kami Jaringan Pengamat Sosial Indonesia meminta aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas hal tersebut jika memang ada faktor kesengajaan dan pembiaraan, apalagi ada indikasi pihak Diskominfotik ‘bermain’ para Komisioner KI-KPID yang telah habis masa jabatannya tersebut.

 

Jadi kami minta kepada pihak berwenang untuk mengurai ‘benang kusut’ ini, dan pihak pihak yang terlibat dalam kasus ini harus diusut tuntas, kalau memang terbukti ada unsur pidana maka harus dicopot dari jabatannya dan dipenjarakan sesuai Undang-Undang yang berlaku,” pungkasnya.


Sebelumnya, Serikat Mahasiswa dan Pemuda Peduli Lampung (SIMPUL) segera melayangkan pengaduan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung. Laporan tersebut berkaitan dengan dugaan maladministrasi dan tindak pidana korupsi dalam pembayaran honorarium Komisioner Komisi Informasi (KI) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Lampung yang masa jabatannya telah berakhir.

 

Ketua SIMPUL, Rosim Nyerupa, dalam keterangannya menyebutkan bahwa SK Gubernur Lampung mengenai pengangkatan anggota KPID berakhir pada Oktober 2023, sementara masa jabatan KI Lampung selesai pada Februari 2024. Namun, meski sudah tidak memiliki legitimasi hukum, para komisioner disebut masih menerima honorarium penuh setiap bulan dari APBD.

 

“Honorarium yang diterima cukup besar, yakni Ketua Rp15 juta, Wakil Ketua Rp14,5 juta, dan Anggota Rp14 juta. Ini jelas pemborosan anggaran dan berpotensi korupsi,” ujar Rosim.

 

SIMPUL menilai, Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Diskominfotik) Lampung sebagai pengelola anggaran telah menyalahgunakan kewenangan. Pasalnya, meski tidak ada dasar hukum, anggaran tetap dialokasikan untuk membayar komisioner yang sudah tidak sah.

 

Selain itu, alasan pemerintah daerah yang menunda rekrutmen hingga 2026 dengan dalih efisiensi APBD dinilai tidak masuk akal. “Efisiensi seharusnya menghemat, bukan malah terus membayar orang yang sudah tidak punya legitimasi jabatan,” tambahnya.

 

Dalam pengaduannya, SIMPUL meminta Kejati Lampung segera melakukan pemeriksaan dan memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang terlibat. Mereka menegaskan bahwa praktik ini bukan hanya bentuk maladministrasi, tetapi juga berpotensi masuk kategori tindak pidana korupsi serta penyalahgunaan wewenang.

 

Tindakan ini menegaskan adanya penyalahgunaan kewenangan pejabat sebagaimana diatur dalam Pasal 421 KUHP, karena pejabat menggunakan kekuasaan untuk membiayai sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan;

Bahwa penundaan seleksi pengisian jabatan Komisioner Komisi Informasi (KI) Lampung dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) oleh Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Diskominfotik) merupakan bentuk dugaan pelanggaran maladministrasi karena telah menimbulkan akibat hukum berupa kekosongan jabatan lebih dari 2 tahun.

 

Hal ini diatur dalam Pasal 1 anggka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, berbunyi “Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan”;

 

Bahwa perbuatan Komisioner KI Lampung dan KPID Lampung yang masih menerima honorarium dan tunjangan setelah berakhirnya masa jabatan dan Diskominfotik Lampung yang memberikan honorarium dan tunjangan kepada Komisioner KI dan KPID, diduga kuat sebagai tindak pidana korupsi.

 

Hal ini diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, berbunyi “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (***)