Advertisement
Bandar Lampung (Pikiran Lampung) – Jaringan Penggiat Sosial Indonesia (JPSI) bersama Aliansi Tunas Lampung (ATL) mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kepolisian Daerah (Polda) Lampung untuk segera mengusut tuntas dugaan penyimpangan retribusi di lingkungan Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Lampung.
Ketua JPSI Lampung, Ichwan dalam keterangannya menyampaikan bahwa pihaknya menerima berbagai laporan dari masyarakat dan sumber internal mengenai adanya dugaan penyimpangan dalam pengelolaan retribusi sewa lahan fasilitas perhubungan.
“Kami menduga ada kebocoran pendapatan daerah yang cukup besar akibat praktik tidak transparan dalam pengelolaan retribusi. Ini merugikan keuangan daerah dan mencederai kepercayaan publik,” ujar Ichwan, Kamis (23/10/2025).
Senada, Sekretaris Aliansi Tunas Lampung Yeko menilai bahwa persoalan ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Ia meminta aparat penegak hukum untuk turun tangan melakukan audit dan penyelidikan menyeluruh terhadap sistem penarikan dan setoran retribusi di Dishub Provinsi Lampung.
“Kami mendorong Kejati dan Polda Lampung agar segera bertindak. Bila perlu, bentuk tim khusus untuk mengungkap indikasi praktik penyimpangan yang sudah merugikan PAD (Pendapatan Asli Daerah),” tegasnya.
Aliansi juga menilai lemahnya sistem pengawasan internal di Dishub menjadi celah terjadinya penyimpangan. Mereka mendesak Gubernur Lampung untuk melakukan evaluasi terhadap jajaran pimpinan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan retribusi.
Selain itu, JPSI dan Aliansi Tunas Lampung berencana akan melayangkan surat resmi kepada Kejati dan Polda Lampung sebagai bentuk dorongan agar kasus ini segera ditindaklanjuti secara hukum.
"Kami tidak ingin isu ini hanya berhenti di wacana. Harus ada langkah konkret dari aparat penegak hukum agar praktik koruptif di sektor retribusi publik bisa dihentikan,” pungkas Ichwan.
Pengelolaan Aset Tanah Pemprov Lampung diduga banyak terjadi penyimpangan. Salah satunya yang di kelola oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Lampung seluas 112 hektar di kawasan Bandara Radin Inten II Branti, Natar, Lampung Selatan.
Aset tanah itu awalnya dibeli saat Gubernur Ridho Ficardo menjabat dan direncanakan untuk memperluas landasan bandara sebagai bandara embarkasi haji. Dalam perjalanannya tanah 112 hektar itu kini disewakan oleh Kepala Desa Beranti atas kepercayaan Kadishub Bambang Sumbogo. Rata-rata harga sewa lahan Rp3,5 juta per hektar untuk satu tahun. Bila dikalikan 112 hektar, per tahun pendapatan Pemprov Lampung dari retribusi pemakaian kekayaan daerah ini mencapai Rp 392 juta.
Namun kenyataannya, dalam Laporan Keuangan Pemprov Lampung Tahun 2024 sebagaimana diungkap pada LHP BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung Nomor: 17A/LHP/XVIII.BLP/05/2025 tanggal 22 Mei 2025, dengan target pendapatan pada tahun 2024 sebesar Rp342.340.400, realisasinya hanya Rp 110.210.600.
Retribusi yang dimasukkan ke kas daerah sudah sangat jauh bedanya dengan hitungan hasil sewa di lapangan, terdapat selisih sekitar Rp 282.000.000-, pendapatan retribusi aset tanah ini juga turun dibandingkan tahun 2023 lalu, di angka Rp 121.612.000,-.(Red)
