lisensi

Selasa, 14 Oktober 2025, Oktober 14, 2025 WIB
Last Updated 2025-10-14T14:29:24Z
Jokowi Diminta Bertanggung JawabMenkeu PurbayaUtang Kereta Cepat Whoosh

Tinggalkan 'Gurita' Utang Kereta Cepat Whoosh, Jokowi Diminta Bertanggung Jawab

Advertisement

 


Jakarta (Pikiran Lampung)- Saat ini sedang ramai informasi penolakan Menteri Keuangan Purbaya yang menolak membayar utang kereta cepat pakai dana APBN.

 

Sebab, gurita utang warisan mantan presiden Joko Widodo tersebut dinilai sangat membebani APBN, yang imbasnya bisa langsung ke rakyat Indonesia.

 

Keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak agar APBN ikut menanggung beban utang proyek kereta cepat yang dinamai Whoosh sudah sangat tepat.

 


Demikian dikatakan peneliti media dan politik Buni Yani melalui akun Facebook pribadinya, dikutip Senin 13 Oktober 2025, seperti dikutif dari laman RMOL.

 

 

Buni Yani menegaskan utang segunung proyek kereta cepat merupakan murni tanggung jawab mantan Presiden Joko Widodo alias Jokowi dan mantan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

 

"Sudahlah ini tanggung jawabnya Jokowi, Luhut, and the gang," kata Buni Yani.

 

 

Buni Yani mengaku tidak ingin kebodohan yang diperbuat pemimpin sebelumnya dibebankan kepada rakyat.

 

"Jangan timpakan dosa dan kebodohan mereka ke rakyat," sambungnya.

 

Diketahui, proyek kereta cepat mengalami pembengkakan nilai proyek dari 6,07 miliar dolar AS menjadi sekitar 7,27 miliar dolar AS. Mayoritas porsi utang dari pembiayaan proyek ini didominasi oleh pinjaman dari China Development Bank (CDB) dengan bunga utang mencapai 3,7 persen-3,8 persen dengan tenor hingga 35 tahun.

 

Adapun komposisi konsorsium BUMN memegang saham di KCIC sebesar 60 persen melalui PT Pilar Sinergi BUMN, sedangkan China melalui Beijing Yawan HSR Co. Ltd memiliki 40 persen.rmol news logo article

 

 

 

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa ngotot tak ingin Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dipakai untuk membayar utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung alias Whoosh.


Penolakan disampaikan karena saat ini Whoosh dikelola oleh BUMN. BUMN, katanya, saat ini juga sudah dikendalikan oleh Danantara.

 

"Itu kan Whoosh sudah dikelola oleh Danantara kan. Danantara sudah ngambil Rp80 triliun lebih dividen dari BUMN, seharusnya mereka manage dari situ saja," kata Purbaya usai Inspeksi Mendadak (Sidak) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (13/10).

 

"Kalau pakai APBN agak lucu. Karena untungnya ke dia (Danantara), susahnya ke kita. Harusnya kalau diambil (dividen BUMN), ambil semua gitu (termasuk beban utang BUMN)," tegas sang Bendahara Negara.

 

Sebagai informasi, Whoosh alias Kereta Cepat Jakarta-Bandung dibangun dengan nilai total investasi US$7,2 miliar atau setara Rp116,54 triliun (asumsi kurs Rp16.186 per dolar AS).

 

Investasi ini bengkak dari proposal awal yang diajukan oleh China pada 2015 lalu saat rebutan dengan Jepang. Saat itu, China menawarkan Kereta Cepat Jakarta-Bandung dengan nilai investasi US$5,13 miliar.

 

Investasi lebih murah dibandingkan dengan tawaran Jepang yang mengajukan proposal investasi US$6,2 miliar.

 

Nah, dari total biaya investasi itu US$7,2 miliar itu, 75 persen di antaranya didapat dari pinjaman China Development Bank.

 

Sementara sisanya berasal dari setoran modal pemegang saham, yaitu gabungan dari PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) (60 persen) dan Beijing Yawan HSR Co Ltd (40 persen).

 

 

Keberadaan utang itu, membebani kinerja keuangan PT KAI sebagai salah satu pihak yang terlibat dalam pengoperasian Whoosh.

 

 

Nah, untuk mengatasi masalah itu, Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) menyiapkan dua opsi untuk membereskan utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

 

Chief Operating Officer (COO) BPI Danantara Dony Oskaria mengungkap dua cara itu adalah menyuntik dana ke KAI atau mengambilalih infrastruktur Kereta Cepat. (Rmol/CNN/PL)