Advertisement
Bandarlampung (Pikiran Lampung)- Lampung Corruption Watch (LCW) mendorong Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk segera mengembangkan penyelidikan dan atau penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi yang menyeret nama perusahaan “Sugar”, sebagaimana disebutkan secara terbuka oleh Zarof Ricar dalam sidang perkara dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, hari ini (07/05).
Hal ini ditegaskan Ketua LCW, Juendi Leksa Utama,SH.MH.kepada
PIkiran Lampung, Kamis (8/5).
Menurut Juendi, dalam kesaksiannya sebagai saksi mahkota,
Zarof yang merupakan mantan pejabat Mahkamah Agung dan makelar perkara, secara
eksplisit mengakui telah menerima uang sebesar Rp 50 miliar. Dari pihak yang
disebut sebagai “anak buah dari sugar” untuk mengurus perkara perdata yang
melibatkan perusahaan tersebut. Uang tersebut, menurut pengakuannya, diberikan
dengan tujuan agar perusahaan itu dimenangkan dalam proses peradilan.
“Pernyataan ini merupakan bukti awal yang sangat serius
tentang adanya indikasi praktik suap dalam proses penanganan perkara perdata
yang melibatkan korporasi besar di sektor gula.\
Fakta ini tidak boleh berhenti hanya dalam konteks
pengakuan saksi, tetapi harus menjadi dasar hukum bagi Kejaksaan Agung untuk
memulai proses hukum terhadap semua pihak yang terlibat, termasuk memeriksa
lebih lanjut siapa pihak yang disebut sebagai “sugar” dan peran serta kedudukan
hukumnya dalam perkara tersebut,”tegasnya.
LCW menilai, besarnya nilai uang yang disebut dalam
perkara ini (Rp 50 miliar) merupakan sinyal kuat bahwa ada keterlibatan
kekuatan korporasi dalam mempengaruhi sistem peradilan, dan ini merupakan
bentuk kejahatan korupsi yang sistemik dan terorganisir. Kejaksaan Agung wajib
menggunakan kewenangannya untuk membongkar keterlibatan aktor korporasi, aktor
hukum, serta pihak-pihak peradilan yang diduga menerima keuntungan dari
transaksi kotor tersebut.
“Kami menuntut Kejaksaan Agung untuk:
1. Menelusuri aliran dana Rp 50 miliar yang diakui
diterima Zarof dari “sugar”;
2. Membuka dan menyita berkas perkara perdata yang
dimaksud guna kepentingan penyidikan;
3. Menetapkan status hukum pihak-pihak dari perusahaan
yang terlibat dalam permufakatan jahat tersebut;
4. Mengumumkan kepada publik setiap perkembangan hasil
penyelidikan atas dugaan keterlibatan korporasi dalam praktek suap peradilan,”pungkas
Juendi. (CEO)