Bandarlampung (Pikiran Lampung)-Sidang pemeriksaan laporan Pelanggaran Administrasi TSM yang dilaporkan dengan Nomor : 02/Reg/L/TSM-PW/08.00/XII/2020 antara Yopi Hendro melawan terlapor Hj. EVA DWIANA, S.E - DEDDI AMRULLAH selaku Calon Walikota dan Wakil Walikota Bandar Lampung Nomor Urut 03 digelar kembali. Kali ini agendanya Bawaslu Propinsi Lampung mendengarkan jawaban terlapor.

Dalam jawabannya, terlapor pada pokoknya menolak seluruh Laporan Pelapor dan menyatakan Laporan Pelapor tidak terbukti secara sah dan menyakinkan, menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih pelanggaran secara Tersuktur, Sistematis dan Masif.

Terlapor yang diwakili Tim Kuasa Hukumnya Fauzi Heri menyatakan, membantah semua tuduhan tersebut." Pada prinsipnya, kami menyangkal dan membantah semua dalil dalam laporan a quo kecuali terhadap dalil yang kami akui kebenarannya secara tegas saat membacakan jawaban terlapor dalam sidang yang berlokasi di ruang anggrek di Hotel Bukit Randu, Jumat (18/12) pagi.


"Dalil pelapor cenderung berisi rekaan yang penuh dengan imajinasi belaka tanpa dilatarbelakangi pengetahuan fakta fakta berdasar hukum," ungkap Mantan Ketua KPU Kota Bandar Lampung ini.

Pengacara ini menyatakan terlapor  bukan-lah bagian petahana atau incumbent dari pemerintah Kota Bandar Lampung, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 20 PKPU Nomor 1 tahun 2020 yang berbunyi petahana adalah gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati dan walikota atau walikota yang sedang menjabat dan mencalonkan atau dicalonkan sebagai gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati dan walikota atau walikota.

Dari ketentuan diatas, sudah jelas terlapor bukan-lah petahana. Sedangkan uraian pelanggaran administrasi pemilihan TSM yang diajukan Pelapor bukan-lah kegiatan atau perbuatan yang dilakukan oleh terlapor.  

Salah satu kuasa hukum terlapor Yudi Yusnandi juga membacakan jawabannya menambahkan, bantuan bansos covid-19 di kota Bandar Lampung tidak ada kaitannya dengan pemenangan terlapor.

Menurut Yudi, telah diketahui bersama, wabah covid-19 adalah bencana dunia yang telah menjadi pandemi yang berimbas kepada masyarakat dunia termasuk juga pada masyarakat Kota Bandar Lampung.

Direktur LBH Nahdlatul Ulama (NU) Propinsi Lampung ini menyampaikan aturan mengenai penyaluran bantuan sosial terhadap dampak covid-19 diantaranya, KEPPRES TENTANG PENETAPAN BENCANA NON ALAM PENYEBARAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) SEBAGAI BENCANA NASIONAL dan PERATURAN MENTERI KEUANGAN (PMK) NO. 38 TAHUN 2020 TENTANG PELAKSANAAN KEBIJAKAN KEUANGAN NEGARA UNTUK PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) DAN/ATAU MENGHADAPI ANCAMAN YANG MEMBAHAYAKAN PEREKONOMIAN NASIONAL DAN/ATAU STABILITAS SISTEM KEUANGAN.

"Aturan itu intinya memerintahkan untuk pengalihan fokus Anggaran keuangan Kebidang-bidang yang menjadi Prioritas Penanganan Covid-19 dalam kegiatan Bidang Kesehatan, Bidang pemberian Jaring Pengaman Sosial (Sosial Safety Net), dan Dukungan Dunia Usaha dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional" tegas mantan sekretaris DPC Peradi Lampung itu.

Kemudian, juga diketahui ada Peraturan WaliKota No. 18 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pencegahan  Penyebaran  Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Melalui Protokol Kesehatan di Wilayah Kota Bandar Lampung serta Peraturan WaliKota No. 25 Tahun 2020 Tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019.

Bahwa kemudian, berdasarkan Intruksi Presiden Republik Indonesia dan Menteri Keuangan untuk membantu perekonomian masyarakat miskin yang terdampak dari wabah covid-19, diketahui bersama Pemerintah Kota Bandar Lampung Mengganggarkan Bantuan beras kepada Masyarakat Miskin di Kota Bandar Lampung, dan sepengamatan Terlapor pembagian sembako disalurkan kepada masyarakat sebelum dimulainya tahapan pilkada Kota Bandar Lampung.

"Sehingga dalil terlapor memanfaatkan bantuan covid-19 yang bersumber dari APBD Kota Bandar Lampung sebagai media sosialisasi dan kampan

"Sehingga dalil terlapor memanfaatkan bantuan covid-19 yang bersumber dari APBD Kota Bandar Lampung sebagai media sosialisasi dan kampanye adalah hal yang mengada-ada dan imajinatif belaka," tutupnya.

Selain itu, Juendi Leksa Utama salah satu kuasa hukum terlapor yang ikut hadir dalam persidangan juga menyebutkan, pengajian Rahmad Hidayat tidak menggunakan dana APBD Kota bandar Lampung.

"Majelis Taklim Rahmat Hidayat adalah salah satu dari ratusan Majelis Talim yang ada di Kota Bandar Lampung," papar mantan Direktur Advokasi Perhimpunan Bantuan Hukum Dan HAM Wilayah Lampung ini.

Pengacara rakyat ini menegaskan, operasional majelis Talim Rahmat Hidayat sama sekali tidak menggunakan dana dari APBD Kota Bandar Lampung. Oleh karena itu, dalil pelapor yang menyebutkan, organisasi  Majelis Taklim Rahmad Hidayat dibiayai APBD Kota Bandar Lampung adalah narasi yang menyesatkan.

Ditambahkan Penasehat hukum lainnya, Supriyanto juga menerangkan terlapor sebagai pasangan calon nomor urut 3 tidak pernah memberikan materi berupa uang untuk mempengaruhi pemilih.

Pengacara yang akrab dipanggil Ajo ini menyampaikan, rekapitulasi penghitungan perolehan suara berdasarkan Berita Acara yang dibuat dan ditandatangani oleh KPU Bandar Lampung menyebutkan terlapor sebagai pasangan calon terpilih dengan perolehan suara terbanyak didapatkan oleh terlapor dari hasil kampanye dan sosialisasi visi-misi program yang dibutuhkan masyarakat Kota Bandar Lampung tanpa menggunakan sepeser-pun uang untuk mempengaruhi pemilih agar memilih Terlapor. 

Apalagi dia menambahkan, Terlapor tidak pernah memanfaatkan LINMAS DAN LURAH untuk pemenangan terlapor.

Bahwa dalil pembentukan LINMAS untuk pemenangan Terlapor adalah tuduhan yang sangat tendensius karena sama sekali Terlapor tidak pernah memanfaatkan LINMAS dalam rangka pemenangan Terlapor.

"Kami tidak terima bila LINMAS dan LURAH dikatakan dimanfaatkan untuk melakukan pencegahan kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh calon lainnya. Terlapor tidak punya kewenangan untuk memberikan perintah kepada LINMAS dan Lurah," sebutnya.

Selain itu, Arif Hidayatullah selaku pengacara EVA- DEDDY menguraikan dalam jawabannya bahwa terlapor tidak pernah memanfaatkan rapid rest yang dibiayai Pemda kota Bandar Lampung untuk saksi terlapor.

Bahwa pelaksanaan Rapid Test dilakukan sesuai dengan Instruksi KPU Kota Bandar Lampung No : 334/TU.011-SD/1871/KPU-KOT/VI/2020 tanggal 16 Juni 2020 perihal permohonan pelaksanaan Kegiatan rapid Test untuk Penyelenggara Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Bandar Lampung Tahun 2020 dan Permintaan APD (Alat pelindung Diri) untuk petugas Pemuktahiran data pemilih (PPDP).

Kemudian, pelaksanaan Rapid Test dilakukan sesuai dengan Surat Ketua BAWASLU Kota Bandar Lampung no: 170/LA-14/KU.00.01/IV/2020 Tanggal 16 Juni 2020 Perihal Permohonan Rapid test.

Pada intinya surat tersebut, meminta Rapid Test Bagi Jajaran Komisioner, Sekertariat KPU, dan Anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Sekertariat, Anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Sekertariat agar dilaksanakan oleh seluruh Puskesmas sesuai dengan Jadwal yang telah ditentukan.  

Untuk Rapid Test bagi Anggota Bawaslu, sekertariat bawaslu, Panwas Kecamatan, Sekertariat panwas kecamatan  dan panwas kelurahan agar dilaksanakan oleh seluruh Puskesmas sesuai dengan Jadwal yang telah ditentukan.

Untuk rapid test saksi Pasangan calon Walikota/wakil walikota yang telah ditunjuk oleh pasangan calon agar dilaksanakan oleh seluruh Puskesmas sesuai dengan Jadwal yang telah ditentukan seluruh Rapid test dilaksanakan secara gratis. Logistik rapid disiapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung.

Sehingga tidak benar, jika Terlapor memanfaatkan anggaran Rapid Test untuk seluruh saksi TERLAPOR. karena pada kenyataannya RAPID TEST tersebut ditujukan untuk seluruh penyelenggara PILKADA Kota Bandar Lampung dan Seluruh saksi pasangan calon. 

Selain itu, pembentukan POKDARWIS tidak ada hubungannya dengan pemenangan terlapor dan tuduhan politik uang juga tidak berdasar hukum.

Dijelaskannya, Pemilihan Walikota Bandar Lampung berjalan sangat baik dan proses demokrasi dirasakan oleh semua Lapisan masyarakat yang ada di Kota Bandar Lampung dengan Bebas dan tanpa paksaan memilih Calon Walikota pada saat pemilihan Walikota pada tanggal 09 Desember 2020.

"Tidak adanya Laporan resmi Politik Uang baik di Tingkat Panitia Pengawas (Panwas), Bawaslu Kota Bandar Lampung dan  Kepolisian yang terjadi di Kota Bandar Lampung dan dilakukan oleh Terlapor," urainya.

Dari semua dalil pelapor terkait adanya dugaan pelanggaran administratif Terstruktur Sistematis dan Massif di 20 kecamatan yang ada di Kota Bandar Lampung antara satu kecamatan dan kecamatan lainnya memiliki kalimat dan subtansi yang sama (Copy Paste). 

"Kami menilai, seluruh dalil pelanggaran di seluruh kecamatan adalah dalil yang imajinatif, tidak benar dan sangat mengada-ada serta tidak memiliki landasan yang kuat,"jelasnya.

Seluruh tahapan PILKADA Kota Bandar Lampung tahun 2020 sampai dengan hari pencoblosan telah di laksanakan dengan baik dan lancar. 

"Tandanya, tidak ada laporan pelanggaran dugaan politik uang, baik yang dilakukan oleh seluruh pasangan calon maupun Tim Kampanye atau relawan atau orang per-orang," tutupnya.

Sidang pemeriksaan dipimpin langsung ketua majelis pemeriksa fatikhatul Khoiriyah, Ade As'ari, Hermansyah dan Karno sebagai anggota. Sedangkan pelapor diwakili kuasa hukumnya yaitu Herwanto dan Dina.(*)

Post A Comment: