Jakarta (Pikiran Lampung)-- Pengujian Undang-undang Pemilu diajukan Arief Budiman dan Evi Novida Ginting Manik.

Sidang Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap UUD 1945 masuk dalam agenda pembacaan permohonan yang dilakukan secara daring dipimpin oleh Prof. Saldi Isra dan Prof. Enny Nurbaningsih serta Dr. Suhartoyo masing masing sebagai anggota majelis hakim langsung dari gedung Mahkamah Konstitusi RI dengan nomor Perkara Nomor 32/PUU-XIX/2021.

Secara terpisah Pemohon I Evi Ginting dan Pemohon II Arif Budiman menghadiri sidang secara online melalui aplikasi zoom dari Jakarta. Sedangkan, Kuasa hukumnya  Fauzi Heri dan Juendi Leksa Utama mengikuti persidangan dari kantor hukumnya di Bandar Lampung.

Fauzi Heri menyampaikan, kedudukan hukum para pemohon telah dirugikan secara konstitusional oleh adanya frasa yang menyatakan putusan Dewan Kehormatan Pemilihan Umum (DKPP) bersifat final dan mengikat.

"Pokok permohonan telah kami ringkas dan akan dibacakan secara bergantian oleh tim kuasa hukum," ungkap Fauzi yang hadir sidang online dari kantornya di bandar Lampung, Senin ( 2/8) siang.

Sidang dibuka sejak pukul 13.30 wib dan ditutup pukul 15.00 wib. Ringkasan yang dibacakan dalam persidangan yang terbuka untuk umum tersebut mengungkapkan kedudukan hukum pemohon yaitu sebagai WNI yang menjabat sebagai anggota KPU yang telah dirugikan hak konstitusionalnya untuk mendapat perlakuan yang sama didepan hukum karena DKPP memiliki kekuasaan absolut dalam memberikan sanksi dan memberikan predikat pelanggar etika bagi penyelenggara pemilu.

Sehingga menurutnya, tugas penyelenggaraan pemilu yang diemban oleh pemohon termasuk melakukan koordinasi, supervisi dan arahan kepada KPU didaerah menjadi terkendala.

Uraian kerugian konstitusional pemohon I yaitu pernah diberhentikan oleh DKPP dan ditindaklanjuti dengan keputusan presiden tentang pemberhentian dengan tidak hormat anggota KPU masa jabatan 2017-2022. Namun pihak I telah mengajukan upaya hukum mengajukan gugatan di PTUN  Jakarta yang akhirnya membatalkan keputusan presiden yang memberhentikan dirinya. Sedangkan putusan DKPP tidak dapat diuji, karena sifat putusannya yang final dan mengikat.

Selain itu, pemohon II diberhentikan dari jabatannya sebagai ketua KPU RI oleh DKPP hanya karena mendampingi pemohon I saat mendaftarkan gugatan di PTUN Jakarta dan menerbitkan surat  yang pokoknya meng-aktifkan kembali pemohon I sebagai anggota KPU RI.

"Didasarkan uraian itu. Maka para pemohon memiliki kedudukan hukum untuk bertindak sebagai pemohon dalam pengujian undang-undang ini," terang mantan ketua KPU Kota Bandar Lampung ini.

Dalam pembahasannya, Fauzi menjabarkan persfektif legal yaitu tentang kelembagaan DKPP, sifat final dan mengikat putusan DKPP, putusan DKPP abuse of power, dan putusan DKPP tidak dapat diuji. Sehingga pemohon meminta yang mulia mahkamah konstitusi untuk mengujinya.

Batu uji hak konstitusional yang disampaikan dalam permohonan diantaranya, pasal 27 ayat 1, pasal 28C ayat 2, pasal 28 D ayat 1, pasal 28 D ayat 3, pasal 28 G ayat 1, pasal 28 H ayat 2, pasal 28 I ayat 2, dan pasal 28 J ayat 2 undang undang dasar 1945.

Selanjutnya, dia menyatakan dalam petitumnya memohon kepada yang mulia majelis hakim mahkamah konstitusi berkenan memutus dan menyatakan pasal 458 ayat (13) sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan seterusnya.

Sidang ditunda dan akan dibuka kembali pada hari Senin tanggal 16 agustus 2021 dengan agenda menyampaikan perbaikan permohonan.

Permohonan Pengujian khusus pada ketentuan Pasal 458 ayat (13) dan pengujian terhadap sebagian frasa dan kata dalam Pasal 14 huruf m, Pasal 17 huruf m, Pasal 20 huruf m, Pasal 38 ayat (4), Pasal 93 huruf g angka 1, Pasal 97 huruf e angka 1, Pasal 101 huruf e angka 1, Pasal 105 huruf e angka 1, Pasal 137 ayat (1), Pasal 159 ayat (3) huruf d, Pasal 458 ayat (5), ayat (10), ayat (11) & ayat (14), serta Pasal 459 ayat (5)  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar 1945

Post A Comment: