Bandar Lampung - Komisi V DPRD provinsi Lampung segera akan memanggil managemen RS Bumi Waras untuk melakukan rapat dengar pendapat.

Pemanggilan inu terkait dugaan penolakan pasien yang dilakukan Rumah Sakit Bumi Waras beberapa hari lalu.

Menurut ketua komisi V DPRD Provinsi Lampung Yandri Nazir, jika RS Bumi waras benar menolak pasien, maka perbuatan tidak terpuji tersebut adalah kejahatan manusia yang tak dapat ditoleransi.

"Ini adalah perbuatan yang tidak baik, karenanya harus diusut hingga tuntas. Harus diungkap fakta yang terjadi di lapangan. Apakah benar pihak RS Bumi waras menolak pasien?" tegas Yandri Nazir melalui sambungan telponnya, Kamis (13/9).

Terkait dugaan bahwa Surat Tanda Registrasi (STR) sejumlah tenaga medis di RS Bumi Waras yang telah out of date (kadaluarsa), menurut Yandri Nazir hal tersebut juga menjadi materi pokok dalam rapat dengar pendapat nanti. "Tentu STR juga akan kita bahas," tegasnya.

Terpisah Direktur Pelayanan Rumah Sakit Bumi Waras Arif membantah bahwa pihaknya menolak pasien. Menurutnya hanya terjadi mis komunikasi antara pasien dengan dokter. "Tidak benar kami menolak pasien, hanya mis komunikasi saja," kilah Arif berkelit.

Menariknya, Arif membenarkan bahwa memang ada dokter bedah mulut dan rahang dengan inisial BS yang meminta pembayaran dimuka sebesar 50 persen pada pasien. "Akibat hal tersebut pasien merasa tidak nyaman, akhirnya pasien tersebut kami rujuk ke RSUD Abdoel Muluk," terangnya.

Sebelumnya diberitakan, Rumah Sakit Bumi Waras diduga menolak pasien yang kurang mampu. Tentu hal ini bertentangan dengan UU No 36 Tahun 2019 tentang Kesehatan.

Rumah sakit sejatinya menjadi tempat bagi masyarakat untuk menaruhkan harapan memperoleh pelayanan kesehatan. Bagi pasien yang ternyata mendapat perlakuan penolakan pelayanan, apalagi dalam keadaan darurat harus segera melaporkannya kepada pihak berwajib. Berikut pemaparan tentang aturan dan sanksi bagi RS pemerintah maupun swasta yang menolak melayani pasien, apalagi dalam keadaan darurat:

Pada dasarnya, dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.

Fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan “UU Kesehatan”.

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menolak pasien yang dalam keadaan darurat serta wajib memberikan pelayanan untuk menyelamatkan nyawa pasien.

Hal yang sama juga dipertegas dalam Pasal 85 UU Kesehatan terkait dalam hal keadaan darurat pada bencana,yang berbunyi:

(1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan pada bencana bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan.

(2) Fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka terlebih dahulu.

Mengacu pada insiden dugaan penolakan oleh Rumah Sakit Bumi Waras (RS-BW) Bandar Lampung terhadap pasien korban kecelakaan yang bernama Nur Fajri Vanza Javier (14), yang membutuhkan tindakan operasi mulutnya akibat kecelakaan.

Namun oknum dokter di RS BW tersebut meminta keluarga korban untuk membayar biaya rumah sakit terlebih dahulu atau DP minimal 50% baru bisa dilakukan tindakan medis operasi rahang pasien.

Peristiwa ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran dan pembangkangan terhadap aturan. Fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit wajib memberikan pelayanan kesehatan dalam bentuk tindakan medis tanpa memandang ada atau tidaknya keluarga pasien yang mendampingi saat itu. Perlu diketahui, ada sanksi pidana bagi rumah sakit yang tidak segera menolong pasien yang sedang dalam keadaan gawat darurat. Berdasarkan Pasal 190 ayat (1) dan (2) UU Kesehatan, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Dalam hal perbuatan tersebut mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (“UU Rumah Sakit”) juga dikenal istilah gawat darurat. Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut. Demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 2 UU Rumah Sakit.

Berdasarkan Pasal 29 ayat (1) huruf c UU Rumah Sakit, rumah sakit wajib memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya. Jadi, seharusnya korban kecelakaan yang mengalami keadaan gawat darurat tersebut harus langsung ditangani oleh pihak rumah sakit untuk menyelamatkan nyawanya.

Apabila rumah sakit melanggar kewajiban yang disebut dalam Pasal 29 UU Rumah Sakit, maka rumah sakit tersebut dikenakan sanksi administratif berupa (Pasal 29 ayat (2) UU Rumah Sakit:
a. teguran;
b. teguran tertulis; atau
c. denda dan pencabutan izin Rumah Sakit.

Senada dengan pengaturan dalam UU Rumah Sakit, perlu Anda ketahui, saat ini juga telah lahir UU baru yang mengatur tentang kewajiban tenaga kesehatan dalam memberikan pertolongan darurat, yakni Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (“UU Tenaga Kesehatan”). (Roni)

Post A Comment: