Foto ilustrasi. Ist

Bandarlampung (Pikiran Lampung
) -Busairi Kepala Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Provinsi Lampung enggan berkomentar banyak terkait adanya dugaan kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terjadi Labkesda. 

Busairi mengaku masih menunggu arahan kepala dinas kesehatan provinsi Lamung Reihana untuk memberikan komentar

"Kami menunggu arahan Bu Kadis (Reihana) dulu ya. Kami belum bisa kasih statemen," kata Busairi kepada awak media. 

Busairi mengaku dirinya baru menjabat kepala Labkesda untuk menggantikan kepala labkesda sebelumnya Leni Yurina, S.Kep yang dimutasi. 

"Kami belum bisa kasih statemen. Apalagi saya baru, jadi masih harus mempelajarinya maklum ya," tambah Busairi. 

Diketahui biaya pemeriksaan alat Polymerase Chain Reaction (PCR) di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Provinsi Lampung tahun 2020 diduga bocor.

Dugaan bocornya PAD ini didapat dari hasil temuan BPK Provinsi Lampung tahun 2020 serta adanya dugaan tidak disetornya tes PCR cepat yang dilakukan di labkesda sebesar Rp 1,2 juta per orang. 

Hal ini mendapat sorotan Barisan Aliansi Lembaga Anti Korupsi (BALAK) yang mendesak Penegak hukum turun.   

"Kami mendesak penegak hukum Polda dan kejati membongkar dugaan kebocoran PAD yang terjadi di Labkesda dalam pelaksaan tes PCR tahun 2020," kata Ketua Balak Julianda. 

Menurut Julianda selain temuan BPK pihaknya mendapati adanya informasi uang tes PCR cepat yang dilakukan di Labkesda ada dugaan kuat tidak semuanya disetorkan ke kasda. "KIta dapat informasi ada dugaan kuat selain temuan BPK itu, ada dana tes PCR cepat yang selesainya setengah hari itu sebagian dananya tidak disetor," bebernya.  

Diketahui berdasarkan dimana BPK menemukan penerimaan atas pelayanan lab diagnostic PCR tahun 2020 yang terlambat disetor ke kasda  dan resiko penyalahgunaan atas penggunaan langsung penerimaan retribusi mobil diagnistic PCR, 

Dimana diketahui Dinas Kesehatan Provinsi Lampung melakukan kerjasama dengan PT KB dengan perizinan tanggal 23 November 2020 perihal penggunaan mobile diagnostic PCR dan pembelian reagen PCR

Atas penyediaan mobile lab diagniostic PCR tersebut UPTD balai labkesda wajib melakukan pemesaan sebanyak 30.000 tes Reagen kepada PT KB dengan harga produk dalam perjanian dipatok Rp 550 ribu /tes . 

Selanjutnya tanggal 14 desember 2020 UPTD balai labkesda mulai melaukan kegiatan pelayanan tes PCR/Swab mandiri kepada masyarakat Lampung dengan menggunakan lab diagnosik PCR tersebut dengan tarif sebesar Rp 900 ribu /sample per orang. . 

Kemudian selama operasional pelayanan tes PCR sejak 14 desember 2020 sampai 31 desember 2020 UPTD balai Labkesda telah menerima dan mencatat pendapatan sebesar Rp 1,891.800,00 yang didapat dari Rp 900 ribu x 2.102 orang. Dan seluruh pendaptan tersebut belum disetorkan ke kas daerah sampai tanggal 31 desemebr 2020.

Atas temuan tersebut baru disetorkan ke kas daerah tanggal 28 Januari 2021 sebesar Rp 2,128.100.000,00 .  Jumlah tersebut merupakan akumulasi penerimaan atas penggunaan mobile lab diagnostic PCR yang belum disetorkan ke kas daerah mulai 14 Desember s/d 27 desember. 

Dalam teuan BPK juga menyebut adanya blangko permohonan pemeriksaan laboratorium dan tanda bukti pembayaraan (TBK) tidak bernomor urut 

Berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen penatausahaan diketahui blangko permohonan pemeriksan dan Tanda Bukti Pembayaran yang diterima pasien tidak tercetak secara bernomor urut secara kontinyu berkesinambungan per hari. 

Pencatatan register masih dilakukan secara manual sehingga tidak dapat diketahui jumlah tanda bukti pembyaraan pembayaran yang diterbitkan. TBP yang rusak, jumlah uang yang dipungut dan disetor 

Kemudian Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD)  sebagai dasar pemungutan retribusi dari tangal 14 desember 2020 s/d 27 januari 2021 hanya menggunakan 1 buah SKRD dengan hanya mencantumkan mencantumkan nilai total seluruh penerimaan saja dan tidak merinci nama-nama wajib retribusi . 

Kondisi ini tidak mengakibakan meningkatnya resiko penyalahgunaan atas penggunaan langsung penerimaan retribusi mobil diagnistic PCR, meningkatnya risiko tidak dapat ditelusurnya transaksi yang tidak terdokumentasi dalam blangko permohonan dan tanda bukti pembayaraan.

Sementara Mantan Kepala UPTD Labkesda Provinsi Lampung Leni Yurina, S.Kep Labkesda yang dikonfirmasi membantah adanya penyalahgunaan dan kebocoran. Dirinya pun meminta kepada awak media tidak memberitakan.

"Saya intinya tidak mau diberitakan. Dan jangan kait-kaitkan kepenidahan saya dengan hasil Audit BPK itu, " ujarnya singkat. (Bbl) 

Post A Comment: