Lampung Timur (Pikiran Lampung)- Kinerja bupati Lampung Timur Dawam Raharjo terus jadi sorotan. Terbaru, anggaran makan minum sang bupati diduga bocor alus alias dikorupsi. 
Senin (20/11/2023) siang kemarin, seorang warga Lampung Timur, Johan Abidin, mendatangi kantor Kejaksaan Tinggi Lampung. 

Ia menyerahkan laporan mengenai dugaan penyimpangan anggaran makan minum Bupati dan Wabup Lamtim pada tahun 2022 senilai Rp 1,6 miliar. 

Pada surat laporan kepada Kepala Kejati Lampung cq Asisten Pidana Khusus tersebut, warga Dusun VI RT/RW 009/006, Gunung Sugih Besar, Kecamatan Sekampung Udik, Lamtim, itu menguraikan dugaan penyimpangan anggaran makan minum Bupati – Wabup Lamtim dengan mengacu kepada temuan BPK RI Perwakilan Lampung. 

Diuraikan oleh Johan Abidin adanya praktik dugaan tindak pidana korupsi dalam penggunaan anggaran yang dikelola Bagian Umum Pemkab Lamtim itu. 

Dijelaskan juga adanya praktik mark up dan pemalsuan dokumen pertanggungjawaban. Seperti CV S sebagai penyedia jasa makan minum tercatat menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sebesar Rp 1.017.418.000.

Namun, setelah dilakukan pemeriksaan oleh tim BPK RI Perwakilan Lampung, ditemukan adanya selisih pembayaran senilai Rp 656.304.750. Johan menduga, selisih pembayaran tersebut merupakan bentuk komitmen fee kepada oknum pejabat pada Bagian Umum Pemkab Lamtim.

Juga diuraikan adanya praktik pemalsuan dokumen sebagai laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran makan minum Bupati – Wabup Lamtim. Rumah Makan B yang di dalam SPJ dicatat penyedia jasa senilai Rp 267.438.000, faktanya tidak pernah menerima order. Seluruh data pendukung yang ada, dipalsukan. 

Pun Rumah Makan SR yang di dalam SPJ dinyatakan menerima pembayaran atas penyediaan makan minum sebesar Rp 363.600.000. Juga Warung D dengan nominal yang tercatat sebanyak Rp 477.900.000. Kedua tempat usaha ini tidak pernah melakukan kegiatan penyediaan makan minum yang dikelola Bagian Umum Pemkab Lamtim.

Selain masalah dugaan penyimpangan anggaran makan minum Bupati – Wabup Lamtim, Johan juga menyampaikan persoalan pada Bagian Kesra Pemkab Lamtim, utamanya terkait penggunaan anggaran sebesar Rp 8.412.397.122 untuk kegiatan fasilitasi pengelolaan mental spiritual, dan realisasi bantuan sosial senilai Rp 2.411.179.000, yang ditengarai sarat praktik penyimpangan.

Sebelumnya, Kamis (16/11/2023) lalu, Johan Abidin melaporkan berbagai dugaan penyimpangan APBD Lamtim tahun 2022 kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam laporan kepada lembaga antirasuah itu, pria kelahiran 11 Januari 1974 ini menyampaikan enam kegiatan pada beberapa OPD di lingkungan Pemkab Lamtim tahun anggaran 2022 yang diduga telah terjadi perbuatan tindak pidana korupsi, sebagaimana temuan BPK RI Perwakilan Lampung yang dilansir oleh media online KBNI sejak Juni hingga November 2023. 

Keenam kegiatan yang dilaporkan Johan Abidin ke KPK, yang pertama terkait belanja anggaran makan minum Bupati dan Wabup tahun 2022 yang dikelola Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Lamtim, dengan modus membuat nota belanja fiktif dan diduga merugikan keuangan negara tidak kurang dari Rp 1.600.000.000.

Yang kedua, mengenai belanja hibah sebesar Rp 7,8 miliar pada beberapa OPD, dimana dalam penentuan penerimanya tidak dijelaskan secara spesifik dan dalam laporan pertanggungjawaban tidak menyertakan daftar penerima hibahnya.

Yaitu Kesbangpol sebanyak Rp 1.920.000.000, Dinas Komunikasi dan Informatika Rp 500.000.000, Bagian Kesra Sekretariat Daerah sebesar Rp 1.748.500, Dinas Sosial Rp 165.000.000, Dinas Lingkungan Hidup Rp 468.000.000, dan Dinas Perikanan Rp 2.257.740.000.

Laporan ketiga, menyangkut pembangunan gerbang dan kolam serta fasilitas lain di rumah dinas Bupati Lamtim senilai Rp 8,3 miliar. 

Keempat, dilaporkan mengenai perjalanan dinas pejabat dan anggota DPRD Lamtim. Kelima, terkait kelebihan pembayaran media di Lamtim sebesar Rp 689.000.000. 

Dan yang keenam, mengenai anggaran makan minum di Sekretariat DPRD Lamtim sebesar Rp 7.848.964.800.

Pada kalimat terakhir dalam surat laporannya ke KPK, Johan Abidin menuliskan bahwa apa yang ia laporkan dibuat dengan sebenarnya sebagai bentuk kepedulian dan kegelisahannya selaku warga Lamtim. Sebagai lampiran dari surat laporan ke KPK, Johan memfotocopy berita-berita dari KBNI.

Sebagaimana diketahui, skandal dugaan pemalsuan nota dan dokumen pertanggungjawaban anggaran makan minum Bupati-Wabup Lamtim, menjadi perhatian berbagai kalangan.

Barisan Anak Lampung Analitik Keadilan (BALAK) sebelumnya telah bersikap akan melaporkan dugaan pemalsuan dan penyimpangan anggaran tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Tiga minggu ini tim kami telah bekerja, mengumpulkan data dan melakukan wawancara kepada beberapa pihak terkait. Kami meyakini, unsur pemalsuan nota beririsan dengan adanya penyimpangan anggaran,” kata Ketua BALAK, Yuridhis Mahendra, Selasa (7/11/2023) lalu.

Ia mengaku, berdasarkan hasil rapat tim BALAK, disepakati masalah ini dilaporkan ke KPK. Karena selama tiga pekan terakhir sejak mencuatnya kabar dugaan pemalsuan nota yang berkaitan dengan penyimpangan anggaran pada APBD Lamtim tahun 2022 itu, tidak ada satu pun aparat penegak hukum (APH) di Lamtim yang ‘bergerak’ melakukan penyelidikan.

“Sebenarnya kami sangat menyayangkan atas tidak adanya gerakan APH di Lamtim untuk menindaklanjuti kasus ini. Kami meyakini, data yang ada adalah valid, karena merupakan hasil temuan BPK dan dicatat dalam LHP atas laporan keuangan Pemkab Lamtim 2022,” ujar pegiat antikorupsi yang beken dipanggil Idris Abung.

Sebelumnya, masalah ini juga dikritisi oleh praktisi hukum senior di Lampung, Yulius Andesta.

“Pemalsuan nota yang dijadikan dokumen laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran, merupakan tindak pidana. Karenanya, sudah menjadi kewajiban bagi APH untuk melakukan pengusutan atas perkara ini. Apalagi sesuai temuan BPK, telah terjadi kerugian keuangan daerah sebesar Rp 1.665.242.750,” kata Yulius Andesta, SH, Minggu (5/11/2023) silam. 

Ditambahkan, skandal ini telah masuk dalam unsur tindak pidana korupsi. Dimana pada pasal 3 UU Nomor: 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dinyatakan: setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Koordinator Presidium Himpunan Masyarakat untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika) Provinsi Lampung, Rudi Antoni, SH, MH, juga meminta aparat penegak hukum (APH) segera menelisik kasus pemalsuan nota dan dokumen dalam SPJ penggunaan anggaran tersebut.

“Temuan BPK yang menyatakan terdapat pemalsuan nota belanja atau fiktif tersebut, sudah masuk unsur perbuatan pidana korupsi. Karenanya saya menilai, sudah waktunya APH bertindak aktif melakukan upaya tindakan penegakan hukum sebagaimana ketentuan yang berlaku,” kata Rudi Antoni, SH, MH, Senin (30/10/2023) lalu.

Menurut aktivis pegiat antikorupsi yang beken dipanggil Acil ini, permintaannya agar APH menelisik urusan makan minum Bupati-Wabup Lamtim semata-mata demi penegakan hukum dalam membangun pemerintahan yang bersih dari praktik KKN.

“Apalagi, masalah ini kan peristiwanya sudah terjadi dan menjadi temuan BPK. Sehingga APH memiliki data dan daya dukung yang komprehensif untuk menyelidikinya sesuai ketentuan yang berlaku,” lanjut Acil. (Tim)

Post A Comment: