Lamtim (Pikiran Lampung)
- Kabupaten Lampung Timur terus saja menelurkan informasi yang mencengangkan publik, namun bukan urusan pembangunan daerah berjuluk Bumei Tuah Bepadan tersebut, namun justru  informasi yang beraroma korupsi. 

Atau lebih tepatnya dugaan korupsi yang langsung bersentuhan dengan bupati dan wakil bupati daerah tersebut. 

Dimana, skandal pemalsuan nota belanja makan minum di rumah dinas Bupati-Wabup Lamtim yang ditengarai merugikan keuangan daerah tidak kurang dari Rp 1,6 miliar.  Dan hal ini wajib diusut oleh aparat penegak hukum (APH).l baik Polda, kejati hingga KPK. 

“Pemalsuan nota yang dijadikan dokumen laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran merupakan tindak pidana. Karenanya, sudah menjadi kewajiban bagi APH untuk melakukan pengusutan atas perkara ini. Apalagi sesuai temuan BPK telah terjadi kerugian keuangan daerah sebesar Rp 1.665.242.750,” kata praktisi hukum senior di Lampung, Yulius Andesta, SH, Minggu (5/11/2023).

Dikatakan, pengusutan atau penyelidikan oleh APH dalam skandal makan minum Bupati-Wabup Lamtim ini karena UU menegaskan adanya pertanggungjawaban atas penggunaan anggaran secara hukum.

“Bila pertanggungjawaban anggaran terjadi manipulasi atau pemalsuan, jelas hal tersebut merupakan pelanggaran hukum;” imbuh Yulius, seraya meminta elemen masyarakat pegiat antikorupsi di Lamtim khususnya, untuk bergerak jika APH hanya “duduk manis” saja.

Menurutnya, apa yang terjadi pada skandal pemalsuan nota makan minum Bupati-Wabup Lamtim dalam hukum administrasi negara telah memenuhi unsur penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir) atau melampaui batas kekuasaan (abuse de droit), serta bukti kesewenang-wenangan.

Ditambahkan, skandal ini telah masuk dalam unsur tindak pidana korupsi. Dimana pada pasal 3 UU Nomor: 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dinyatakan: setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, skandal pemalsuan nota makan minum Bupati-Wabup Lamtim ini telah mendapat perhatian berbagai kalangan pegiat antikorupsi. Koordinator Presidium Himpunan Masyarakat untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika) Provinsi Lampung, Rudi Antoni, SH, MH, meminta aparat penegak hukum (APH) segera menelisik kasus pemalsuan nota dan dokumen dalam LPJ penggunaan anggaran tersebut.

Disusul oleh penggiat etika politik dan pemerintahan, Gunawan Handoko, yang meminta Sekretaris Daerah (Sekda) Lamtim untuk tidak lepas tangan dalam perkara ini.

“Sekda bertugas mengatur pelaksanaan administrasi, pengelolaan keuangan dan evaluasi serta pelaporan kegiatan pada semua OPD. Mustahil dia tidak mengetahui adanya praktik pemalsuan nota belanja makan minum untuk bupati dan wabup. Karena setiap pengajuan anggaran dan laporan pertanggungjawaban penggunaan untuk keperluan makan minum dan kebutuhan rumah dinas pasti atas persetujuannya,” tutur Gunawan Handoko, Selasa (31/10/2023) lalu.

Menurut dia, skandal ini sangat terang benderang dan amat mudah bagi APH -baik dari Polres maupun Kejari Lamtim- untuk melakukan penyelidikan dilanjutkan ke penyidikan.

“Persoalannya, mau apa tidak APH menindaklanjuti temuan BPK yang senyatanya terjadi pelanggaran hukum. Mulai dari tindak pidana pemalsuan dokumen hingga merugikan keuangan daerah,” lanjut Gunawan Handoko.

Ditambahkan, seharusnya temuan BPK bisa dijadikan laporan untuk ditindaklanjuti APH. Dalam hal menyelamatkan keuangan daerah, BPK dan APH perlu untuk berkolaborasi.

Sebelumnya,

Koordinator Presidium Humanika Provinsi Lampung, Rudi Antoni, SH, MH, meminta APH di daerah ini untuk segera melakukan penelisikan terhadap temuan BPK terkait pemalsuan nota yang dijadikan bukti laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran makan minum bupati-wabup Lamtim.

“Temuan BPK yang menyatakan terdapat pemalsuan nota belanja atau fiktif tersebut, sudah masuk unsur perbuatan pidana korupsi. Karenanya saya menilai, sudah waktunya APH bertindak aktif melakukan upaya tindakan penegakan hukum sebagaimana ketentuan yang berlaku,” kata Rudi Antoni, SH, MH, Senin (30/10/2023) lalu.

Menurut aktivis pegiat antikorupsi yang beken dipanggil Acil ini, permintaannya agar APH menelisik urusan makan minum Bupati-Wabup Lamtim semata-mata demi penegakan hukum dalam membangun pemerintahan yang bersih dari praktik KKN.

“Apalagi, masalah ini kan peristiwanya sudah terjadi dan menjadi temuan BPK. Sehingga APH memiliki data dan daya dukung yang komprehensif untuk menyelidikinya sesuai ketentuan yang berlaku,” lanjut Acil.

Sebagaimana diketahui, dalam APBD 2022 lalu dianggarkan belanja makan minum pada Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Lamtim sebesar Rp 5.618.945.345, dengan realisasi Rp 5.433.129.352.

Dana rakyat Lamtim Rp 5,4 miliar itu dipakai untuk belanja makan minum rapat sebesar Rp 1.317.917.000, untuk makan minum jamuan tamu Rp 3.746.204.000, dan untuk makan minum aktivitas lapangan sebanyak Rp 368.953.452.

Mengacu pada LHP BPK RI Perwakilan Lampung atas Laporan Keuangan Pemkab Lamtim Tahun 2022 wabil khusus atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan, yang dirilis Mei 2023, dari uji petik terhadap belanja makan minum jamuan tamu senilai Rp 3.746.204.000 saja, ditemukan fakta kelebihan pembayaran atau menyimpan masalah sebesar Rp 1.665.242.750.

Bagaimana bisa dana Rp 1,6 miliar tersebut menjadi temuan? Pada laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran terdapat lima nota dari perusahaan, rumah makan, hingga warung berikut stempelnya sebagai penyedia jasa. Setelah ditelisik tim BPK, ternyata pada dua rumah makan dan satu warung tidak pernah terjadi transaksi sama sekali. Atau terjadi praktik pemalsuan nota pembelian. Satu perusahaan terdapat selisih pembayaran hingga ratusan juta, hanya satu rumah makan yang sesuai ketentuan.

Penyedia jasa makan minum di lingkungan Setdakab Lamtim itu -utamanya pada rumah dinas jabatan bupati dan wabup- tercatat nama CV S. Perusahaan ini melampirkan SPJ senilai Rp 1.017.418.000. Setelah dikonfirmasi, diketahui adanya selisih pembayaran sebanyak Rp 656.304.750.

Sedangkan SPJ dari Rumah Makan B yang mencantumkan nilai pembelian makan minum sebesar Rp 267.438.000, faktanya tidak pernah ada pembelian. Dengan demikian uang Rp 267.438.000 yang dinyatakan sebagai pembayaran adalah fiktif dan masuk dalam item selisih penggunaan.

Pun Rumah Makan SR, yang oleh pembuat laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran makan minum dimasukkan nota sebagai SPJ sebanyak Rp 363.600.000, ternyata fiktif pula. Begitu juga dengan Warung D dengan nilai SPJ Rp 477.900.000, hanya dipakai nama alias rekayasa pembuat laporannya.

Dari realisasi anggaran makan minum jamuan tamu pada rumah dinas bupati dan wabup Lamtim pada 2022 tersebut, berdasarkan hasil wawancara tim BPK, diketemukan keanehan tersendiri. Yakni adanya pengakuan bendahara pengeluaran, bila dari anggaran Rp 3,7 miliar itu, sebagian diantaranya diberikan dalam bentuk uang tunai kepada pejabat daerah yang bertamu ke rumah dinas bupati atau wabup.

Untuk diketahui, proses pencairan anggaran makan minum jamuan tamu pada rumah dinas bupati dan wabup Lamtim dilakukan 10 hari sekali, dan sepanjang tahun 2022 menghabiskan anggaran Rp 1.882.080.000.

Menurut APBD Lamtim tahun anggaran 2022, biaya yang digunakan untuk makan minum menjamu tamu di Setdakab Lamtim sebanyak Rp 3.746.294.000, sedangkan yang untuk membiayai makan minum bupati dan wabup mencapai Rp 1.882.080.000, maka yang dimanfaatkan jajaran pejabat Setdakab Lamtim sebesar Rp 1.864.124.000.

Lalu berapa uang rakyat Lamtim dalam APBD yang dihabiskan Bupati Dawam Rahardjo di rumah dinasnya selama 2022? Jumlahnya tidak kurang dari Rp 1.026.000.000.

Perincian uang Rp 1 miliar lebih sedikit tersebut, yang dipakai untuk makan minum harian rumah dinas sebesar Rp 756.000.000, untuk makan minum menjamu para tamu Rp 212.000.000, dan untuk belanja bahan makanan atau logistik mencapai Rp 58.000.000.

Sementara, biaya makan minum di rumah dinas Wabup Lamtim dalam satu tahun mencapai Rp 856.080.000.

Terdiri dari makan minum harian Rp 595.080.000, makan minum menjamu para tamu Rp 201.000.000, dan belanja bahan makanan atau logistik sebesar Rp 60.000.000.

Apa rekomendasi BPK atas adanya selisih atau kelebihan pembayaran makan minum di rumah dinas bupati dan wabup Lamtim ini? Tidak lain meminta kepada Bupati Dawam Rahardjo untuk memerintahkan Sekdakab agar memproses indikasi kerugian daerah atas belanja anggaran makan minum sebesar Rp 1.665.242.750 tersebut kepada pihak terkait dan menyetorkannya ke kas daerah.

Selain itu, memproses pemberian sanksi terhadap PPTK dan bendahara pengeluaran di Bagian Umum Setdakab Lamtim yang terindikasi menyalahgunakan wewenang dalam merealisasikan anggaran belanja makan minum.

Merunut temuan BPK atas penggunaan anggaran makan minum di rumah dinas bupati dan wabup mencapai Rp 1.882.080.000 sepanjang 2022 sedang yang sebesar Rp 1.665.242.750 merupakan kelebihan pembayaran karena terungkap pemalsuan nota, maka yang riil dapat dipertanggungjawabkan tidak lebih dari Rp 216.837.250 saja.

Lalu, sudah ditindaklanjutikah rekomendasi BPK agar uang rakyat Lamtim sebesar Rp 1.665.242.750 dikembalikan ke kas daerah? Hingga 16 Mei 2023 silam, Setdakab Lamtim baru mengembalikan Rp 15.000.000. Artinya, ada anggaran makan minum sebanyak Rp 1.650.242.750 yang masih menjadi masalah di Pemkab Lamtim dalam urusan makan minum bupati dan wabupnya.

“Dalam penyimpangan anggaran akibat pemalsuan nota belanja inilah seharusnya APH mulai melakukan penelisikan,” kata Koordinator Presidium Humanika Provinsi Lampung, Rudi Antoni, SH, MH.(tim) 

Post A Comment: