Lahan hutan sengon di seberang jembatan inilah yang tetap dieksekusi oleh pengadilan waluapun sang pemilik tanah keberatan. foto wawan/ Pikiran Lampung 
Lampung Selatan- Warga soalkan Proses ganti rugi Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Alasannya, ganti rugi yang hendak dibayarkan tidak senilai dengan putusan pengadilan yang telah inkracht.
Hal itu diutarakan kuasa hukum Djohan Laiman Yusuf salah satu pemilik tanah Kharisma Jomenta Surbakti, SH. Dia menjelaskan, kliennya memiliki tanah seluas 12.120 m2 di Desa Lematang, Kecamatan Tanjungbintang, Lampung Selatan.
Tanah milik kliennya pun merupakan tanah yang telah ditanami pohon sengon sehingga dapat dikatakan sebagai tanah produktif.
Dikarenakan adanya proyek pembangunan JTTS Bakauheni–Terbanggibesar IB, ruas Tanjungbintang, tanah milik kliennya seluas 5.315 m2 terkena pembebasan lahan. Yang dipermasalahkannya, panitia pelaksana pengadaan tanah JTTS menetapkan nilai ganti kerugian sebesar Rp283 ribu per m2. Total, kliennya hanya mendapat Rp2,08 miliar.
Kuasa hukum Kharisma, SH. Membacakan putusan dari pengadilan di depan awak media saat sebelum jalannya exsekusi. foto fiter /Pikiran Lampung
Nilai itu sangat jauh di bawah nilai ganti kerugian yang ditetapkan untuk tanah yang bersebelahan dengan tanah tersebut, yaitu mencapai Rp1.109.000 per m2, atau keseluruhannya mencapai Rp5,3 miliar.
Alhasil, klien merasa sangat keberatan atas nilai ganti rugi tersebut. Kliennya lantas mengajukan permohonan keberatan ke Pengadilan Negeri Kalianda. Hasilnya, Pengadilan Negeri Kalianda menjatuhkan Putusan No. 35/Pdt.G/2016/PN.Kla. tertanggal 13 Desember 2016 yang telah berkekuatan hukum tetap (BHT).
Dalam pokok perkara mengabulkan permohonan pemohon keberatan/gugatan penggugat untuk sebagian. Menghukum agar termohon keberatan/tergugat menetapkan ganti kerugian tanah milik pemohon keberatan/penggugat sebesar Rp1.109.000per meter persegi, dan membayarkannya sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
’’Dikarenakan putusan BHT sebagai putusan yang telah berkekuatan hukum tetap wajib dihormati, dilaksanakan, dan dipatuhi oleh semua pihak, maka klien melalui kuasa hukumnya telah meminta pihak-pihak terkait melaksanakan putusan BHT dan memberikan ganti rugi terhadap pembebasan tanah milik klien sebesar Rp1.109.000 per m2,”jelas Kharisma, SH.
Sayangnya, meski klien telah mengingatkan dan meminta kepada instansi-instansi terkait melaksanakan putusan BHT, namun tidak kunjung melaksanakan putusan BHT yang merupakan produk pengadilan yang wajib dihormati dan dilaksanakan. Puncaknya, Kamis (30/11), tanahnya tetap dieksekusi tanpa ganti rugi sesuai putusan pengadilan negeri.
Ya, bukannya melaksanakan putusan BHT, justru klien dikejutkan pada 24 Mei 2017, menerima berita acara konsinyasi No. 1/Pdt.P/Kons/2017/PN.Kla. (Lampiran-6) dan mengetahui fakta bahwa ternyata Mislan yang diketahui selaku Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan Pengadaan Tanah Jalan Tol Bakauheni – Terbanggi Besar IB yang mengaku sebagai kuasa PU mengajukan Permohonan Penitipan Ganti Kerugian (Konsinyasi) kepada Pengadilan Negeri Kalianda dengan nilai ganti kerugian terhadap tanah milik Klien dengan menggunakan nilai yang sudah dibatalkan oleh Putusan BHT yaitu Rp283.000 per m2.
’’Apabila Pengadilan Negeri Kalianda berpendapat lain, mohon keadilan yang seadil-adilnya (ex aquo et bono),” tegasnya.
Sementara, saat jalannya eksekusi tak banyak yang dikatakan perwakilan pengadilan. ’’Silahkan ajukan keberatan secara mekanisme hukum yang berlaku. Tapi eksekusi lahan tetap berjalan,” singkat Panitera Muda Perdata PN Kalianda Jamaludin sesaat sebelum dimulainya eksekusi lahan. (Fiter/wan)

Post A Comment: