Lampung Selatan (Pikiran Lampung) -
Anggota DPR-RI asal Dapil Lampung 2 berinisial JA disebut-sebut telah membeli tanah seluas 1,7 Ha di Desa Malang Sari, Kecamatan Tanjungsari, Lampung Selatan. Diduga kuat, tanah yang dibeli legislator tersebut, bermasalah.

Menurut penelusuran, tanah yang dahulunya masuk wilayah Desa Kertosari, Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan, itu pada sekitar tahun 1995 silam telah dibebaskan oleh seorang pengusaha asal Malang, Jawa Timur, bernama David Siemens Kurnian.

Rencananya, dengan membeli tanah seluas 15 Ha di wilayah tersebut, David akan membangun pabrik kertas. Bahkan, pada tahun 1997 ia telah melakukan land clearing. Namun, seiring gejolak politik tahun 1998 dan krisis moneter melanda negeri ini, ia meninggalkan begitu saja investasinya di daerah tersebut.

Karena lahan telah dibebaskan dan pemiliknya tidak pernah datang kembali, aparat desa pun mulai “bermain”. Kepala desa saat itu, S, mencoba menguasai lahan yang telah dibebaskan David. Dilanjutkan kepala desa setelahnya, yaitu M. 

Namun upaya penguasa desa “menguasai” lahan milik David, selalu kandas. Apalagi belakangan diketahui, dari 15 Ha lahan yang dibeli pengusaha pabrik kertas itu, hanya 6 Ha yang bisa dimanfaatkan. Karena 9 Ha lainnya masuk dalam area kehutanan.

Usaha penguasa desa untuk memiliki lahan 6 Ha yang ditinggalkan David dilanjutkan saat S alias B menjadi kepala desa. Ia nekat membuat surat sporadik. Lahan tersebut diatasnamakan tiga orang, yaitu R, HDJ, dan seorang penyandang dana berinisial EH. 

Dalam sebuah pertemuan, demikian dijelaskan salah satu saksi sejarah pencaplokan lahan milik David Siemens Kurnian, Senin (11/12/2023), B dan ketiga koleganya membahas mengenai pensertifikatan lahan yang kini mereka kuasai. Saat itu, yang akan didahulukan dibuatkan pengesahan atas kepemilikan adalah lahan yang “dijatahkan” untuk R. 

Namun, HDJ yang merupakan warga Labuhan Maringgai, Lampung Timur, tidak bersepakat. Ia bersikukuh bila “tanah jatahnya” yang mesti diutamakan. Mengalahlah Kades B dan kolega lainnya.

Dengan kekuasaan yang dimiliki B sebagai kepala desa dan EH selaku penyandang dana, diurus penerbitan sertifikat tanah seluas 1,7 Ha sebagaimana diminta HDJ. Tetapi, belum lagi bukti kepemilikan tanah tersebut selesai, HDJ meninggal dunia. Jatuhlah urusan “tanah pampasan” itu ke anaknya, berinisial AS.

Seiring terbitnya sertifikat atas itu, pada tanggal 5 April 2022 dengan status hak milik nomor: 00027 dan NTB 08.02.18.05.00028, yang ditandatangani Kepala BPN Lampung Selatan, Hotman Saragih, bersepakatlah kelompok ini untuk menjual lahan seluas 1,7 Ha yang dalam sertifikatnya atas nama AS. Sebelumnya, mereka telah membuat surat perjanjian, tertanggal 29 Desember 2021. 

Di mana pada surat perjanjian tersebut ditegaskan, bilamana tanah telah terjual dan setelah dipotong biaya PPH dan BPHTB, membayar fee untuk EH sebagai penyandang dana, membayar hutang HDJ kepada RF dan notaris AD, membayar hutang-hutang kepada pihak lain terkait urusan tanah dimaksud, serta uang tali asih kepada penggarap masing-masing menerima Rp 5 juta, mereka akan “berbagi keuntungan”.

Dengan prosentase, AS sebagai pemilik sertifikat mendapat jatah 40%, untuk tim Desa Malang Sari 30%, dan untuk tim lapangan 30%. Surat perjanjian yang ditandatangani AS dengan saksi Sabar, Abimanyu Putra, dan Sugeng tersebut, dilegalisasikan oleh notaris Akhmadi Dachlan, SH, MH, tertanggal 5 Januari 2022.

Lahan hasil permainan “mafia tanah” inilah yang kemudian dibeli oleh anggota DPR-RI asal Dapil Lampung 2 berinisial JA. Dengan luas seluruhnya 17.330 m2, setidaknya tokoh politik Lampung tersebut mengeluarkan uang Rp 4,3 miliaran untuk memiliki lahan yang dijual seharga Rp 250.000/m2 itu. 

Menurut beberapa pihak yang ikut terlibat dalam aksi “mafia tanah” ini, setelah JA membayar uang tanah bahkan memagar keliling lahannya, AS tidak menepati janjinya.

“Kami akan menempuh jalur hukum. AS telah wanprestasi. Dan akan kami buka semua permainan ini. Tentu termasuk anggota DPR-RI dan notarisnya,” kata sumber media ini, yang merupakan salah satu dari para pihak terlibat dalam urusan “pengabsahan” lahan milik orang lain tersebut. 

Ia menduga, JA dan AS bersama notaris AD telah kongkalikong dan meninggalkan mereka. Sehingga mereka akan berjuang sampai haknya dipenuhi.

“Kami juga kan pernah diperiksa polisi soal ini. Ya nggak apa-apa, nanti sekalian kami laporkan semua yang terlibat dalam urusan ini. Termasuk yang membeli tanahnya,” tegas dia.

Dikatakan, JA dan notaris AD telah mengetahui sejak awal “sejarah” tanah tersebut, termasuk adanya perjanjian antara AS dengan beberapa pihak yang dilegalisasi notaris.

Lalu apa kata anggota DPR-RI, JA, terkait dengan pembelian tanah yang diduga bermasalah tersebut? Sayangnya, meski telah dimintai konfirmasi melalui WhatsApp, ia belum memberikan keterangan hingga berita ini ditayangkan. (sugi) 

Post A Comment: