Bandarlampung (Pikiran Lampung
) - Berbagai elemen di Provinsi Lampung berharap Kemendagri bisa menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal masa jabatan kepala daerah. Dan Kemendagri bisa mengeksekusi putusan tersebut dengan tidak menunjuk PLT untuk Gubernur Lampung. 

Dengan begitu Gubernur Lampung Arinal  Djunaidi bisa menyelesaikan masa baktinya hingga bulan Juni 2024 mendatang. " Ya kami berharap putusan MK bisa dijalankan Kemendagri dan Pak Arinal tetap bisa mimpin Lampung hingga Juni mendatang,"jelas Sapri Irawan, seorang tokoh pemuda di Bandarlampung, Senin (25/12/2023). 

 Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri masih mempelajari dan mencermati Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 143/PUU-XXI/2023 yang membatalkan pemotongan masa jabatan 48 kepala daerah hasil Pilkada 2018, tetapi baru dilantik pada 2019. Terkait ini pengamat otonomi daerah menilai, karena sifat putusan MK final dan mengikat, putusan itu seharusnya langsung bisa dieksekusi.

Sehari pascaputusan MK dibacakan, Kemendagri menggelar rapat internal tertutup mengenai putusan itu pada Jumat (22/12/2023 lalu, seperti dikutip dari laman Kompas. Id. 

Saat dikonfirmasi, Staf Khusus Menteri Dalam Negeri Kastorius Sinaga hanya menjawab singkat bahwa Kemendagri menghormati putusan MK itu. Kemendagri juga masih mempelajari salinan putusan nomor 143/PUU-XXI/2023 itu. ”Termasuk mencermati dampak serta tindak lanjut yang diperlukan sehubungan dengan putusan MK tersebut,” kata Kastorius.

Pada Kamis (21/12/2023), MK membatalkan ketentuan yang mengharuskan kepala daerah hasil pemilihan 2018 dan baru dilantik pada 2019 berhenti akhir tahun ini. Ketentuan itu diatur dalam Pasal 201 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-undang. Undang-undang tersebut dikenal pula sebagai UU Pemilihan Kepala Daerah atau UU Pilkada.

Dengan dibatalkannya ketentuan tersebut, 48 kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dilantik pada 2019 bisa menjabat hingga lima tahun atau maksimal satu bulan menjelang pemungutan suara Pilkada 2024 yang akan digelar serentak. Sejauh ini, pemungutan suara Pilkada 2024 disepakati digelar serentak pada 27 November 2024.

Salah satu pemohon, yaitu Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, mengatakan, putusan MK kemarin berarti gugatan sejumlah kepala daerah yang meminta agar masa jabatannya tidak dipotong dikabulkan. Ia berpandangan, MK mengabulkan permohonan sejumlah kepala daerah agar masa jabatan kepala daerah dikembalikan sesuai dengan jadwal normal. Artinya, para kepala daerah hasil Pilkada 2018, tetapi baru dilantik pada 2019, tetap bertugas hingga ujung masa jabatan di 2024.

”Sidang kemarin juga dihadiri oleh perwakilan dari pemerintah dan DPR. Semestinya putusan ini langsung dieksekusi oleh pemerintah,” ujar Bima melalui keterangan resmi.

Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) itu menambahkan, jika putusan itu bisa langsung dieksekusi oleh pemerintah, artinya tidak ada proses penunjukan penjabat kepala daerah. Total ada 4 gubernur-wakil gubernur, 8 wali kota-wakil wali kota, dan 36 bupati-wakil bupati yang terpilih melalui Pilkada 2018, tetapi baru dilantik pada 2019.

Bima berpandangan, artinya, jika Pilkada 2024 jadi dimajukan dari bulan November ke September, maka pada Agustus 2024, kepala daerah definitif sudah harus diganti dengan penjabat kepala daerah.

Bima berpandangan, artinya, jika Pilkada 2024 jadi dimajukan dari bulan November ke September, maka pada Agustus 2024, kepala daerah definitif sudah harus diganti dengan penjabat kepala daerah. Namun, jika pelaksanaan pilkada tidak jadi dimajukan, pada Oktober mereka harus digantikan dengan penjabat kepala daerah.

”Ini berarti mengembalikan hak warga untuk memastikan kepala daerah yang mereka pilih bertugas sampai ujung masa jabatan,” imbuhnya.

Atas putusan itu, Bima mengajak para kepala daerah yang akan bertugas sampai tahun 2024 untuk terus berikhtiar melayani dan memberikan yang terbaik kepada warga sampai titik keringat penghabisan. Pelayanan terbaik kepada warga harus diwujudkan sesuai dengan janji kampanye lima tahun lalu.

Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengatakan, putusan MK bersifat final dan mengikat sehingga tidak ada pilihan lain untuk melaksanakannya. Ia berpandangan, putusan MK itu sudah tepat jika ditinjau dari standar masa jabatan pemilihan kepala daerah langsung yang bersifat fix term atau tidak bisa dikurangi dan ditambah.

”Kalau saya lihat, dari 48 orang itu, rata-rata mereka habis masa jabatannya di 2024 awal. Ada yang bulan Maret, April, Juni, dan sebagainya. Maka, tidak ada persoalan jika mereka tetap menjalankan masa baktinya sampai selesai,” ujarnya.

Baca juga : PKS Tolak Percepatan Jadwal Pilkada, Delapan Fraksi Lain Setuju. 

Lebih netral

Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah itu menilai, dengan putusan MK itu, para pemimpin daerah justru bisa menyelesaikan program-program, visi-misi, dan janji-janji kepada warga dengan tuntas. Terutama tugas-tugas untuk melayani publik, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan meningkatkan perekonomian masyarakat.

Dari kacamata netralitas aparatur, Djohermansyah juga berpandangan bahwa kepala daerah definitif akan lebih netral selama Pemilu 2024 dibandingkan dengan penjabat kepala daerah yang diangkat terlalu dini. Selama ini, sudah banyak laporan mengenai penjabat kepala daerah yang kinerjanya kurang baik dan tidak netral selama Pemilu 2024. Ada pula penjabat kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Pembangunan di daerah juga kurang efektif karena rata-rata penjabat kepala daerah diturunkan dari aparatur sipil negara yang berasal dari pusat.

Terkait dengan kepala daerah yang terpilih dalam Pilkada 2020, menurut dia, aturannya sudah dikunci pada Pasal 201 Ayat (7) UU Pilkada yang mengatur, ”Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Hasil Pemilu 2020 menjabat sampai dengan 2024”. Sejak awal, mereka sudah tahu tidak akan menjabat hingga lima tahun sehingga seharusnya status hukum terhadap mereka menyesuaikan dengan aturan di UU Pilkada saja.

”Mereka sudah tahu sejak awal bahwa hanya akan menjabat sampai 2024. Kebetulan, hal itu cocok dengan pelaksanaan pilkada serentak di 2024 yang harapannya masa jabatan kepala daerah ini sinkron dengan pemilu presiden dan wakil presiden serta pemilu legislatif,” katanya.(**) 



Post A Comment: