![]() |
ilustrasi. foto ist |
Bandar Lampung- Untuk mengikuti
atau menjadi peserta pemilu, seoarang calon kepala daerah harus diusung partai
politik (parpol) atau melalui jalur independen.
Bila melalui jalur parpol, tentu
si calon harus melalui verifikasi dan proses rekomendasi.Bila dilihat dari sisi
negatif, rekomendasi dari parpol dinilai merupakan suatu hambatan bagi para
calon kepala daerah yang akan bertarung.
Contohnya, seperti Pilgub 2018
mendatang. Dimana, dalam sisa waktu yang tinggal 8 bulan ini, balon kepala
daerah masih dihadapkan pada biaya tantangan, yaitu tahap rekomendasi. Karena
rekomendasi dari parpol pengusung merupakan salah satu syarat pencalonan
sebelum didaftarkan dan ditetapkan oleh KPU lokal.
Kondisi ini membuat calon gubernur
dihantui rasa was-was. Hal ini karena masih menunggu kepastian surat
rekomendasi dari partai politik. Dampaknya, program sosialisasi dan penggalangan
masa si calon jadi terhambat. Sementara di satu sisi, yang menjadi salah satu
pertimbangan keluarnya surat rekomendasi adalah tingkat elektabilitas kandidat
yang diukur dengan instrumen survei.
Hal ini dikatakan Direktur ISS
Karyono Wibowo dalam diskusi yang digelar Lembaga Pintar di Kampung
Bambu, Kamis (26/10).
Menurutnya, dalam kondisi
seperti ini balon rada dihadapkan pada situasi dilematis. Karena untuk
mengangkat popularitas dan elektabilitas diperlukan kerja maksimal dan
totalitas.
“Di tengah ketidakpastian
rekomendasi yang dialami balon kepala daerah, di satu sisi kondisi tersebut
bisa dimanfaatkan menjadi salah satu peluang bagi kandidat lain yang sudah
memiliki kepastian rekomendasi untuk melakukan upaya maksimal dalam menggalang
dukungan pemilih seluas-luasnya,” jelasnya, Kamis (26/10).
Tiga
Calon Paling Berpeluang
Lalu bagaimana kekuatan
kandidat yang akan berkompetisi dalam pemilihan gubernur Lampung pada 2018
mendatang?
Dari sejumlah nama balon yang
akan bertarung, masing-masing memiliki basis dukungan dan memiliki peluang
untuk niemenangi pilkada Akan tetapi tentu saja peluangnya berbeda-beda.
“Dalam analisis kualitatif,
dari sejumlah nama balon gubernur ada sejumlah kepala daerah yang masih
menjabat hingga saat ini, yaitu Herman HN yang menjabat Walikota Bandar
Lampung, Mustafa yang menjabat sebagai Bupati Lampung Tengah dan Ridho Ficardo
sebagai Gubernur Lampung. Secara logika kepala daerah yang masih
menjabat, berdasarkan fakta empirik, biasanya memiliki basis
dukungan yang lebih kuat, kecuali kepala daerah tersebut gagal dalam
melaksanakan pembangunan,” jelasnya.
Mengamati dinamika pilkada
Provinsi Lampung 2018, dari sekian nama yang muncul di tengah publik,
menurutnya, ada 3 figur kepala daerah yang nampaknya bersaing erius,
yaitu Walikota Bandar Lampung Herman HN, Bupati Lampung Tengah Mustafa dan
petahana Ridho Ficardo.
“Bedanya, Herman HN sebagai
Mustafa sebagai bupati dan Ridho Ficardo sebagai Gubernur Lampung. Sosok Herman
HN nampak serius dan bahkan cenderung ambisius. Dia pernah menjadi pesaing
Ridho pada pilgub sebelumnya. Kini Herman HN kembali menantang Ridho pada
pilgub 2018 mendatang. Sementara itu, Mustafa Bupati Lampung Tengah juga
terlihat serius menantang incumbent. Keseriusan kedua kepala daerah tersebut
dalam pertarungan pilgub kali ini terlihat dari gerakannya yang massif dalam
memperoleh dukungan pemilih maupun dalam berbagai publikasi, dari atribut
hingga media,” urainya.
Sedangkan sosok Ridho,
menurutnya, sebagai petahana terlihat serius tapi santai. Ridho cenderung cool
dan tenang dalam menghadapi dinamika pilgub. Mungkin karena posisinya sebagai
petahana yang nembuat ia tetap cool.
“Analisis saya, ada sejumlah
faktor mengapa incumbent cenderung berpeluang memenangi pilkada, karena
incumbent memiliki waktu bergerak lebih leluasa dan lama.Selain itu, incumbent
memiliki instrumen pemenangan relatif lebih banyak,” jelasnya.(wan)
Post A Comment: