Anggota DPRD Bandarlampung Yuhadi. Foto ist 
BANDARLAMPUNG - Menindaklanjuti adanya temuan retakan pada kontruksi dinding beton pembangunan flyover Mall Boemi Kedaton (MBK) di Jalan Teuku Umar-Zainal Abidin Pagar Alam. Komisi III DPRD Bandar Lampung melakukan pengecekan ke lokasi pembangunan proyek flyover.

Namun sayangnya, dalam sidak yang dipimpin Ketua Komisi III Wahyu Lesmono, Sekretrais Komisi Achmad Riza, dan beberapa anggota seperti Dedi Yuginta,  Wiwik Anggraini, sempat terjadi insiden antara salah satu anggota dewan dan wartawan. Salah satu anggota komisi III Yuhadi sempat berang, akibat pemberitaan di media. Bukannya memberikan konfirmasi dan berkatan santun sebagai wakil rakyat, Yuhadi malah terlihat sangat emosi.
 
Yuhadi bahkan sempat menunjuk nunjuk pin  anggota DPRD yang tersemat di dada kirinya, sambil berkata "Mahal  jengkol gua ini. Satu miliar lebih gua keluar duit,  jadi dewan ini. Berantem mau juga gua ini, gua juga preman,” ujar Yuhadi  dihadapan  para awak media dan pejabat dinas PU yang hadir di lokasi sidak.

Kemarahan Yuhadi ini disebabkan  beberapa pemberitaan media yang mengutip kata-katanya terkait pernyataannya yang  mengangkat masalah  kata-kata besi banci (besi non SNI) pada pembangunan proyek-proyek flyover  MBK.

“Namanya besi itu ukuran 13 keatas gak ada  besi  banci (non SNI)  kalau  besi ukuran 13 ke bawah itu ada. Gini-gini gua ini mantan kontraktor, malu gua sebagai anggota dewan, malu kalau gua  ngomongin besi banci. Kan mana ada flyover itu pakai besi banci,”  tukasnya.

Setelah melampiaskan emosinya,  beberapa menit kemudian, politisi Golkar ini kembali  meluapkan emosinya, dengan menyebut wartawan seharusnya sebelum mengangkat berita harus memiiki pengetahuan.

“Wartawan itu harusnya tahu dulu, paham dulu,  sebelum buat berita tentang flyover itu, pahami dulu tentang konstruksi,” pungkasnya di lokasi pembangunan flyover.
 Sementara itu, Heriyadi Fayacoen anggota Komisi III DPRD, saat ditemui di lokasi pembangunan flyover MBK, Rabu (01/11) mengatakan pihaknya ingin memastikan dugaan keretakan yang terjadi pada flyover tersebut.

“Kami ke sini ingin memastikan apakah keretakan dinding  karena kesalahan prosedur  teknis dalam pengerjaan, atau sambungan dinding betonnya  belum tersambung secara permanen,”jelasnya.
Menurutnya, saat dilihat dari dekat retakan yang ada tidaklah parah. Penambahan panjang flyover mencapai 100 meter, terjadi akibat dampak dari revisi yang dilakukan Kemenpupera beberapa waktu lalu. “Kalau sepintas kita lihat karena ada perbedaan warna beton, yang lama dan yang baru. Jadi terlihat retak parah. Tapi ini kan sudah dilakukan plester dan akan dicat dengan warna yang sama,” jelasnya.

Dikatakan Heriyadi Payacoen, meskipun  PT DCK memastikan tidak ada keretakan, pihaknya tetap meminta  kontraktor  untuk melakukan pengerjaan proyek senilai Rp 49,8 miliar yang dananya berasal dari pinjaman pihak ketiga itu wajib mengacu aturan.

Pelaksana lapangan PT. DCK  Sutarno mengatakan, pembetonan yang tak serentak dilaksanakan menyebabkan warna dinding atas dan bawah berbeda. “Sudah kami cek dan lakukan grouting antara sambungan beton lama dan baru. Ini bisa terjadi karena waktu ngecor beton datangnya gak sama. Kalau memang retak parah, pasti bocor keluar air,” jelasnya.

Mengenai umur beton dan pemadatan, pihaknya memastikan sudah sesuai spesifikasi yang ada. Begitu juga dengan besi dan beton yang telah bersertifikat. Untuk material besi pihaknya mengambil dari kota Tangerang, sementara material beton diambil di Tarahan, Lampung Selatan.
“Kalau tidak sesuai umur beton dan pemadatan tanah, retakannya bisa tembus dalam hingga ke dinding lainnya. Jadi ini karena ketidakrataan sambungan beton lama dan baru. Makanya kita halusin dengan diplester saja, ditutup,” jelas dia.(Den/wan)



Post A Comment: