JKEL audensi dengan Wakil Bupati Tanggamus terkait penanganan konflik gajah diwilayah Kabupaten tersebut, Kamis (16/11). foto agus

Tanggamus, Penanganan konflik gajah yang beberapa bulan terakhir membuat gaduh Kabupaten Tanggamus, menarik perhatian Non Government Organization (NGO) Jaring Kelola Ekosistem Lampung (JKEL). 

JKEL yang merupakan gabungan dari tujuh NGO pemerhati bidang hayati itu, mengadakan audensi dengan Wakil Bupati Tanggamus Hi. Samsul Hadi dan Sekretaris Daerah Hi. Andi Wijaya di ruang rapat Bupati Tanggamus, Kamis (16/11). 

Diketahui, bahwa kawanan gajah yang disebut Talangbamban itu, sudah sejak medio 2017 hingga saat ini, sudah bolak-balik keluar-masuk dari kawasan hutan wilayah Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) ke teritorial pekon atau pemukiman masyarakat.

Menurut ketua NGO Yayasan Masyarakat Hayati Indonesia yang tergabung dalam JKEL, Almuheri mengatakan, dalam upaya penanganan konflik delapan gajah yang masuk ke empat pekon di Kecamatan Semaka, yaitu Pekon Srikaton, Pekon Pardawaras, Pekon Karangagung, dan Pekon Sidomulyo, pemkab dimintai bantuan dalam rangka mendatangkan gajah dari Taman Nasional Way Kambas.

"Tujuannya gajah dari TNWK itu diharapkan bisa menggiring delapan gajah Talangbamban "pulang" ke habitatnya di wilayah konservasi Balai Besar TNBBS," katanya. 

Namun, kata Almuheri, saat NGO kelas internasional, yaitu World Wide Funf (WWF) for Nature dan Wildlife Conservation Society (WCS) meminta bantuan, Pemkab Tanggamus siap membantu. Bahkan pemkab siap untuk mengeluarkan dana. Proaktif pemkab dalam upaya penanganan konflik gajah yang dibuktikan dengan kesiapan membantu pendanaan mendatangkan gajah TNWK, sudah sangat luar biasa dan patut diapresiasi. Sayangnya "air susu" yang pemkab berikan, menurut JKEL, justru dibalas dengan "air tuba" oleh TNBBS, WWF, dan WCS.

"Loh bagaimana nggak kami bilang 'air susu' pemkab dibalas dengan 'air tuba', karena Pak Wabup Tanggamus dan jajarannya yang sudah sangat baik hati dan proaktif siap membantu penanganan konflik gajah, justru dimanfaatkan oleh NGO yang concern menangani HBG (harimau, badak, dan gajah), yaitu WWF dan WCS. Dua NGO itu punya dana miliaran bahkan puluhan miliar untuk menangani masalah ini. Tapi mengapa kok masih minta bantuan pendanaan dari Pemkab Tanggamus? Anggaran mereka ke mana? Kerja mereka apa sudah puluhan tahun 'bermain' di dalam kawasan TNBBS," ujar Anggota JKEL itu.

Sementara itu, anggota JKEL lainnya, Fajar Sumantri yang juga Ketua Konsorsium Kotaagung Utara (KORUT) mendesak agar TNBBS, WWF, dan WCS memandang konflik gajah di wilayah Tanggamus secara proporsional. Dengan demikian, penanganan masalahnya pun bisa profesional. Karena sebagai putra daerah Tanggamus, Fajar merasa sangat miris dalam masalah ini. Sebab kesannya, WWF dan WCS justru mengkambinghitamkan rakyat dalam konflik gajah ini.

"WWF adalah NGO level internasional. Punya donatur dari berbagai negara. Demikian juga WCS. Tetapi mengapa untuk menangani konflik gajah di Tanggamus ini, WWF dan WCS malah minta bantuan pemkab? Penanganan konflik gajah ini sepenuhnya adalah domain-nya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, termasuk di dalamnya adalah TNBBS. Lalu NGO yang fokus pada program HBG, yaitu WWF dan WCS. Jadi JKEL minta, WWF dan WCS jangan buang badan begitu saja. Apalagi sampai memperdayai pemkab yang sudah sangat baik bersedia membantu," tegas Fajar Sumantri.

Jika Pemkab Tanggamus mengeluarkan anggaran dalam masalah ini, Fajar melanjutkan, anggaran itu untuk mengurusi rakyat korban konflik gajah. Bukan untuk membantu pembiayaan mendatangkan gajah dari TNWK ke Tanggamus. Lalu soal tidak sterilnya lagi wilayah TNBBS yang menjadi habitat para gajah, Fajar menyebutkan, itu adalah domain-nya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk meng-audit kinerja TNBBS. Sama halnya terkait penurunan perambah, itu adalah domain Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, bukan Pemkab Tanggamus.

"Kan sudah ada domainnya masing-masing. Jadi tolong masing-masing sektor bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya. Jangan malah saling cari aman dan membebani Pemkab Tanggamus. Kalau Kemen-LH-Hut, TNBBS, BKSDA, WWF, dan WCS memetakan permasalahan ini secara proporsional, pasti konflik gajah bisa ditangani secara profesional dan jangan selalu masyarakat yang dijadikan tumbal," seru Fajar. 

Terpisah, menanggapi pendampingan yang diberikan JKEL, Wabup Tanggamus Samsul Hadi mengucapkan banyak terima kasih. Wabul mengakui, pemkab sudah lima bulan terakhir ini dihadapkan dengan konflik gajah dengan manusia. Ia juga tak menampik, bahwa pemkab perlu pendampingan dari pihak-pihak yang berkompeten dalam masalah ini.

"Dalam diskusi tadi, kami mengupas tentang masalah gajah dan solusinya. Mudah-mudahan ini bisa menjadi perhatian semua pihak, terutama dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, TNBBS, BKSDA, Dinas Kehutanan Lampung, serta NGO yang memang berkompenten untuk menangani gajah. Pemkab tidak akan berhenti, tapi terus melakukan langkah-langkah menangani konflik gajah dengan manusia. Harapannya ada solusi permanen yang tidak hanya menyelesaikan konflik sesaat, tapi bisa dalam jangka panjang," harap Samsul Hadi diamini Sekda Andi Wijaya. (Agus). 

Post A Comment: