Bandarlampung (Pikiran Lampung)-P
olemik proses perijinan pembangunan Hotel Bukit Randu dan dugaan pelanggaran terhadap UU Lingkungan dan UU Pembangunan Gedung, semakin menjadi bola liar. Sebab, pembangunan Hotel tersebut telah berdampak pada lingkungan warga di bawahnya, serta telah merusak ekosistem lingkungan di atas bukit tersebut.

Senada dengan apa yang diperjuangkan oleh Forum Lintas Lembaga Peduli Pembangunan, banyak tokoh-tokoh pemerhati lingkungan buka suara. Salah satunya adalah Bung NINO A.RIVAI,ST, selain pemerhati lingkungan dia juga seorang konsultan di bidang kontruksi pembangunan.


Nino memperhatikan perkembangan berita, berkaitan Bukit Randu. "Saya mengerti yang dimaksud rekan-rekan forum, jika alasan Pemkot ijin bukit randu, sudah ada, menurut saya ijin tersebut pasti cacat prosedur. ” Ijin Gampang Bos, asal ada lebih Keluar barang itu” bukan rahasia umum lagi, dan masyarakat sekitarpun pasti mendapatkan janji-janji dan sudah pengkondisian,"ujarnya, Sabtu (9/4/20220. 

Nino menilai, apa yang dilakukan oleh Pemkot hari Jumat tanggal 8 April 2022, merupakan langkah yang terlambat. Semestinya pemerintah tidak mengeluarkan lagi ijin untuk pembangunan gedung, karena pendirian gedung pertama saja sudah cacat prosedur.

"Saya sebagai pemerhati lingkungan, melihat bahwa pembangunan di daerah resapan seperti Bukit Randu, jelas melanggar UU Lingkungan. Memang hari ini dampak belum banyak terasa, paling air tercemar. Namun jika dibiarkan terus menerus, akan terjadi erosi tanah, kerusakan ekosistem lingkungan dan juga dampak paling parah adalah tanah longsor akibat erosi, tanah tidak mampu lagi menopang beratnya bangunan diatas bukit tersebut,"tegasnya.

Erosi tanah pasti terjadi, lanjutnya, karena tumbuhan dan ekosistem di Bukit Randu sudah terkikis oleh pembangunan, sehingga kepadatan dan kekuatan tanah berkurang. Menurut Nino,pemerintah kota mesti sadar betul, bencana besar akan datang kedepan jika pembangunan terus dilakukan.

"Saya berani jamin cepat atau lambat, masalah akibat erosi terjadi. Jadi kita harus bisa melihat dampak bencana kedepan, bukan keuntungan hari ini. Mungkin pemerintah kota berfikir peningkatan sumber PAD Baru, dan lapangan pekerjaan. Boleh pemerintah berfikir seperti itu, tapi harus berpedoman dengan UU dan peraturan yang berlaku, serta dampak jangka panjang dan kemungkinan bencana,"tegasnya.

Ketika awak media bertanya siapa paling bertanggung jawab jika terjadi musibah, Nino mengatakan yang terlibat dalam memberikan ijin, seperti Kadis PLH, kadis Perijinan, kadis PEKIM dan tentunya Walikota dan pengusaha/pemilik. Pemerintah kota harus belajar dari kejadian-kejadian diluar daerah kita, contoh di Jawa timur, lumpur Lapindo, akibat ingin untung besar berujung bencana. Semoga walikota bisa memahami persoalan ini, dan terkahir pesan saya, semua walikota yang mengeluarkan ijin pertama sampai yang meneruskan tetap bertanggung jawab, selama tempat itu beroperasional. Tutup Nino. (arsan/tim)

Post A Comment: