Bandarlampung (Pikiran Lampung
) -Saat ini di masjid atau musala banyak warga yang mengelar qurban patungan. Yakni, membeli hewan secara patungan untuk disembelih dan diqurbankan saat hari Raya Idul Adha. 

Lalu bagaimana hukumnya jika qurban dilakukan bersama atau secara patungan. berikut ini uluasan dari ustad Gus Baha 

Dimana, Qurban sapi dengan cara patungan sebanyak 7 orang adalah boleh. Masalahnya, bagaimana keadaan sapi tersebut besok di hari kiamat? Apakah tujuh orang tersebut naik ke sapi tersebut? "Saya pernah ditanya orang seperti itu," tutur KH Ahmad Bahauddin Nursalim yang akrab di panggil Gus Baha , sebagaimana dilansir berbagai kanal dalam jaringan YouTube antara lain Ngaji Online Santri. 

Gus Baha menerangkan dan mengambil referensi dari kitab Mizan al-Kubra bahwa Imam Malik membolehkan patungan kurban sapi dan dianjurkan patungan dengan keluarga sendiri. Alasannya sederhana: “Agar besok di akhirat penunggang hewan kurbannya masih kerabatnya bukan orang lain yang bukan mukhrim,” tuturnya. 

Gus Baha dengan bercanda mengatakan, “Tidak kebayang istri kita yang kita ikutkan patungan sapi nanti bersamaan dengan pria lain di akhirat.” Gus Baha juga melemparkan pertanyaan, "Bagaimana kalau besok barengan patungan kita masih dihisab, maka kelamaan kita nunggunya.”jelasnya.


Imam Malik dalam kitabnya itu menuturkan jika kurban secara patungan sebaiknya dengan kerabat, agar besok yang menunggangi dari kalangan terdekat kita. Akan tetapi, kata Gus Baha, meskipun tidak kerabat sendiri, Allah punya banyak cara besok ketika kita menunggangi kendaraan kurban. "Ketika kelamaan menunggu hisab kelompok tungganganya, bisa diganti dengan kendaraan yang disediakan Allah,” ujarnya. "Allah maha kaya dan tidak kurang cara tutur beliau." Gus Baha menandaskan, ibadah itu yang ikhlas, tidak usah berpikir bagaimana-bagaimana. 

“Soal nasib kurban secara patungan itu urusan Allah, tugas kita hanya ibadah semua ditentukan Allah,” tuturnya. Baca juga: Beda Pendapat Ulama tentang Syarat Sah Kurban secara Kolektif Dasar Hukum Lalu apa dasar hukum kurban patungan? Dalam sebuah hadis riwayat Al-Hakim yang termaktub dalam al-Mustadrak ala al-Shahahaini li al-Hakim juz 4 halaman 256, Ibnu Abbas menceritakan: كُنَّا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم فِيْ سَفَرٍ فَحَضَرَ النَّحْرُ فَاشْتَرَكْنَا فَيْ الْبَقَرَةِ عَنْ سَبْعَةٍ “Kita bersama Rasulullah SAW bepergian, kebetulan di tengah perjalanan hari raya idul adha datang. Akhirnya, kami membeli sapi sebanyak tujuh orang untuk dikurbankan.” (HR al-Hakim) Hadis tersebut menjadi pijakan para ulama dalam membolehkan hukum kurban sapi patungan. Tidak hanya itu, ada pula hadis dalam Sahih Muslim yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah. 

Kebolehan kurban secara patungan juga sudah disepakati baik oleh ulama salaf maupun ulama khalaf. Hal tersebut dikarenakan hukum asal kurban adalah bagi yang mampu dan tergolong sunah muakkad. 

Sehingga, kemampuan tersebut menjadi pertimbangan kebolehan satu sapi sebagai hewan kurban bagi tujuh orang. Ulama salaf seperti imam Nawawi dalam kitabnya, al-Majmu’ mengatakan bolehnya kurban secara patungan baik patungan dengan orang lain maupun dengan keluarganya sendiri. Pendapat tersebut juga di jelaskan oleh Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni. (Sindonews/P1) 

Post A Comment: