Bandarlampung (Pikiran Lampung
) - Pembelian tanah yang dilakukan oleh Anggota DPR RI asal Lampung dari Partai PKS berinisial JA semakin runyam. 

Pasalnya, notaris Akhmadi Dachlan mengaku tidak pernah melegalisasi perjanjian antara AS, yang menjual lahan seluas 1,7 Ha kepada anggota DPR-RI berinisial JA, dengan beberapa pihak terkait pembagian keuntungan.

“Saya hanya mendaftarkan di buku register saya atas surat yang mereka buat dan tandatangani sebelumnya. Waarmerking,” kata notaris Akhmadi Dachlan, saat dikonfirmasi, Senin (11/12/2023) petang.   

Dikatakan, surat perjanjian antara AS dengan beberapa pihak itu, telah mereka buat sendiri dan ditandatangani di luar kantornya, juga tanpa sepengetahuannya. Hal tersebut bisa dilihat dari tanggal surat perjanjian dan tanggal waarmerking.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, anggota DPR-RI asal Dapil Lampung 2 berinisial JA disebut-sebut telah membeli “tanah bermasalah” seluas 1,7 Ha di Desa Malang Sari, Kecamatan Tanjungsari, Lampung Selatan. 

Menurut penelusuran, tanah itu pada sekitar tahun 1995 telah dibebaskan oleh seorang pengusaha asal Malang, Jawa Timur, bernama David Siemens Kurniawan.

Rencananya, di atas tanah seluas 15 Ha tersebut akan dibangun pabrik kertas. Bahkan, pada tahun 1997 telah dilakukan land clearing. Namun, seiring gejolak politik tahun 1998 dan krisis moneter melanda negeri ini, David meninggalkan begitu saja investasinya.

Karena lahan telah dibebaskan dan pemiliknya tidak pernah datang kembali, aparat desa pun mulai “bermain”. Beberapa kepala desa berusaha untuk bisa menguasainya. Mulai dari S hingga penggantinya, M. Belakangan diketahui, dari 15 Ha lahan yang dibeli pengusaha pabrik kertas itu, hanya 6 Ha yang bisa dimanfaatkan. Karena 9 Ha lainnya masuk dalam area kehutanan.

Perjuangan kades S dan M untuk menguasai lahan 6 Ha dilanjutkan oleh Kades S alias B. Ia merangkul beberapa pihak. Baik sebagai penyandang dana maupun “tim lapangan”. Ia pun nekat membuat surat sporadik. Lahan “pampasan” tersebut diatasnamakan tiga orang, yaitu R, HJD, dan seorang penyandang dana berinisial EH.

Pada sebuah pertemuan, demikian dijelaskan salah satu saksi sejarah pencaplokan lahan milik David Siemens Kurniawan, Senin (11/12/2023) siang, B dan ketiga koleganya sepakat mendahulukan pensertifikatan “jatah” HJD seluas 17.330 m2.  

Tetapi, belum lagi sertifikat selesai, HJD yang berdomisili di Labuhan Maringgai, Lampung Timur, meninggal dunia. Jatuhlah urusan “tanah pampasan” itu ke anaknya, berinisial AS. 

Sambil menunggu bukti sah kepemilikan, para “mafia tanah” sepakat untuk menjual tanah “jatah” AS, dan untuk kepentingan tersebut dibuatlah surat pernyataan, tertanggal 29 Desember 2021.

Pada surat pernyataan itu, AS menyatakan, akan memberikan pembagian hasil penjualan tanah setelah dikurangi biaya PPH dan BPHTB, membayar fee pekerjaan kepada EH –penyandang dana-, membayar hutang almarhum HJD kepada RF, membayar hutang almarhum ayahnya kepada AD –yang belakangan diketahui sebagai notaris-, membayar hutang kepada pihak-pihak lain yang terkait dengan pengurusan tanah, dan memberi uang tali asih untuk penggarap masing-masing Rp 5 juta.

Setelah enam point tersebut selesai, demikian bunyi surat pernyataan yang ditandatangani AS, baru dilakukan pembagian; untuk AS dan keluarga sebesar 40%, untuk tim Desa Malang Sari 30%, dan tim lapangan 30%.

Pada 5 Januari 2022, surat pernyataan yang juga ditandatangani Sabar, Abimanyu Putra, dan Sugeng sebagai saksi, dibubuhi cap dan didaftarkan dalam buku pendaftaran yang disediakan khusus untuk itu oleh notaris Akhmadi Dachlan, SH, MH.

Saat dikonfimasi, notaris Akhmadi Dachlan menjelaskan, sepengetahuannya tanah tersebut semula milik HJD, ayah AS. 

“Kemudian mengapa mereka membuat surat kesepakatan dimaksud, saya tidak tahu sebab musababnya. Dan saya tekankan, bahwa saya tidak pernah melegalisasi surat kesepakatan mereka,” kata Akhmadi Dachlan.

Ketika disinggung bila persoalan pembelian lahan oleh anggota DPR-RI berinisial JA ini bisa berlanjut ke ranah hukum, apakah ia bersedia jika diminta memberi kesaksian, Akhmadi Dachlan menyatakan penolakannya.

Mengapa begitu? “Karena saya tidak tahu mengapa mereka buat surat kesepakatan, maka saya keberatan diminta jadi saksi apabila mereka melanjutkan persoalan ke APH,” ucap Akhmadi Dachlan, notaris yang berkantor di kawasan Telukbetung.

Saat ditanya mengapa bila ia tidak mengetahui adanya kesepakatan antara AS dengan beberapa pihak, tetapi namanya termasuk pihak yang akan menerima pembayaran atas hutang almarhum HJD –sebagaimana point empat dari surat pernyataan AS-, notaris Akhmadi Dachlan tidak memberikan tanggapan.  

Seperti diketahui, permainan “mafia tanah” ini berhasil mengegolkan bukti sah atas lahan 17.330 m2 dengan terbitnya sertifikat pada tanggal 5 April 2022 dengan status hak milik nomor: 00027 dan NTB 08.02.18.05.00028, yang ditandatangani Kepala BPN Lampung Selatan, Hotman Saragih.

Tanah itulah yang dibeli anggota DPR-RI asal Dapil Lampung 2 berinisial JA. Diperkirakan, mantan anggota DPRD Lampung itu merogoh koceknya tidak kurang dari Rp 4,3 miliar untuk memiliki lahan 17.300 m2 seharga Rp 250.000/m2 tersebut. 

Menurut beberapa pihak yang ikut terlibat dalam aksi “mafia tanah” ini, setelah JA membayar uang tanah -bahkan memagar keliling lahannya-, AS tidak menepati janjinya.

“Karena itu, kami akan menempuh jalur hukum. AS telah wanprestasi. Dan akan kami buka semua permainan ini. Termasuk keterlibatan anggota DPR-RI dan notarisnya,” kata sumber media ini, salah satu dari para pihak yang terlibat dalam urusan “pengabsahan” lahan milik orang lain tersebut. 

Ditegaskan, JA dan notaris Akhmadi Dachlan telah mengetahui sejak awal “sejarah” tanah tersebut, termasuk adanya perjanjian antara AS dengan beberapa pihak.

Sayangnya, meski telah dimintai konfirmasi melalui WhatsApp sejak Senin (11/12/2023) siang, anggota DPR-RI berinisial JA belum mau memberikan keterangan hingga berita ini ditayangkan. (sugi)

Post A Comment: